Bewarajabar, com. – Memasuki usia perak alias 25 tahun, Saung Rajut yang terletak di kawasan sentra rajut Binong Jati Kota Bandung tak sekadar bertahan saja. Mereka cepat beradaptasi dengan kemajuan zaman.
Belum lama ini Humas Kota Bandung punya kesempatan mampir ke workshop Saung Rajut di Jalan Nur Ummat 1 Nomor 3, Binong Jati Kota Bandung.
Asep Surahwan, pemilik Saung Rajut mengisahkan perjalanannya menekuni usaha di bidang fesyen. Bersama sang Istri, Reni Saktiyawati, keduanya kompak bertransformasi menekuni bidang fesyen sejak 1999.
Era produksi dari konvensional ke modern pernah dilalui Saung Rajut. Karena ketangkasannya beradaptasi, jenama fesyen ini bertahan hingga saat ini dengan kualitas produksi yang sangat bagus.
“Saya ditakdirkan lahir dari keluarga perajin rajutan. Nenek dan Ibu saya adalah pengusaha rajut. Awalnya, saya membantu usaha keluarga. Tapi, krisis moneter tahun 1998 membuat saya bulat tekad untuk resign dari pekerjaan, dan menekuni bisnis ini sebagai mata pencaharian utama,” terang Asep.
Bisa dibilang, Saung Rajut merupakan generasi ketiga dari jenama-jenama sebelumnya di era keemasan sentra rajut di kawasan Binong Jati.
“Awal kita bikin usaha ini, masih pakai mesin manual. Lalu masuk ke tahun 2000-an, mulai masuk mesin semi digital. Kalau sekarang, kami full menggunakan mesin digital,” terang Asep.
Berkat ketangkasannya beradaptasi, Saung Rajut mendapat banyak pesanan. Di sini, anda bisa mendapatkan produk fesyen rajutan dengan harga terjangkau namun kualitas yang baik.
Beberapa produk saung rajut, antara lain berbagai jenis pakaian, seperti pakaian luar (outer), jaket, atau produk aksesoris seperti syal atau kupluk. Selain itu, ada juga berbagai produk merchandise mulai dari tas, sarung bantal, hingga sepatu.
“Semuanya bisa didapat dengan metode pemesanan,” terang Asep.
Ia menambahkan, di era modern dan persaingan kreativitas, hadirnya mesin digital memudahkan tim produksi Saung Rajut beradaptasi dengan pesanan klien.
“Jadi, jenis pakaiannya itu lebih luas jangkauan eksplorasi kreatifnya. Karena mesin bisa disetel programnya. Misalnya, kita mau bikin produk pakaian jenisnya A, kita desain dulu motifnya, lalu nanti diaplikasikan lewat mesin,” bebernya.
Kehadiran 10 mesin di workshop juga meningkatkan produksi di Saung Rajut. Asep mengakui, rata-rata per hari, workshop Saung Rajut dapat menghasilkan lebih dari 200 produk rajutan.
“Kuantitasnya tergantung tingkat kesulitan dari pemesan sebenarnya,” terang Asep.
Harga Terjangkau, Kualitas Juara
Produk-produk Saung Rajut dibanderol relatif terjangkau. Mulai dari Rp40.000, anda sudah bisa mendapatkan produk fesyen berkualitas baik.
Dalam pengembangan bisnisnya, Saung Rajut juga telah memiliki tiga toko daring: unicraft_bdg, knitella.id, dan knitknot.id. Ketiganya dapat anda jumpai di toko-toko belanja daring.
Meski dibandrol dengan harga terjangkau, namun kualitas Saung Rajut tak perlu diragukan. Berbagai pameran juga telah diikuti oleh mereka. Antara lain pameran bersama UMKM di Kota Gresik, pameran Inakraft di Jakarta, serta pameran di beberapa titik Kota Bandung.
Dalam proses mengenalkan produk lewat pameran, Asep mengaku Saung Rajut punya trik menjaring pelanggan dengan memamerkan proses pembuatan rajut dengan mesin manual.
“Saat itu kami berpameran di Gresik. Kami bawa mesin manual. Ternyata hasilnya bagus. Calon pembeli jadi terpancing untuk melihat lapak kami, dan ujungnya membeli produk kami. Tiga hari pameran di sana, produk kami ludes terjual,” kenangnya.
Belakangan, Saung Rajut juga keluar sebagai juara dalam UMKM Awards 2023. Reni mengaku, proses ini banyak memberinya pelajaran serta pengalaman baru dalam mengembangkan produk.
Berbagai rangkaian dari mulai pemilihan di level kecamatan, hingga rangkaian pendampingan dan “pitching day” sebagai tahapan akhir diikuti. Hasilnya, mereka meraih juara satu.
“Kami diberi pendampingan, pelatihan digital marketing, sosial media, dan juga pengemasan. Banyak inovasi yang kami dapatkan. Banyak ilmu baru juga,” ujar Reni.
Harapan Besar
Menyadari potensi besar yang ada di hadapan mata, Asep dan Reni berharap Saung Rajut, dan sentra rajut di kawasan Binong Jati dapat kembali ke masa kejayaannya. Menurut mereka, sentra rajut dan Binong Jati merupakan potensi besar Kota Bandung yang perlu dijaga.
Keduanya optimis dapat konsisten, bahkan meningkatkan kualitas produksi rajut, berkaca pada kesiapan dan sumber daya yang kini dimiliki.
“Karena mesinnya sama, benangnya sama, kenapa kita tidak PD untuk membuat produk yang sama bagusnya?” ujar Reni.
Selain itu, mereka juga berharap produk Saung Rajut dapat diekspor ke luar negeri. Dengan kualitas yang ‘berani diadu’, mereka percaya, melalui karya rajut, potensi dari Binong Jati satu ini dapat menjadi favorit di mata dunia.
“Harapan kita juga bisa mengekspor barang kita ke luar. Sayangnya kami tidak punya akses ke sana. Semoga, ke depannya, kami dapat berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Bandung untuk sama-sama mengenalkan potensi yang legendaris ini,” tutur Asep.
“Sentra rajut di Binong Jati ini harus tetap ada,” tutur Asep diamini Reni.