Bandung, Bewarajabar.com – Anggota Komisi IV DPRD Kota Bandung, Dr. dr. Agung Firmansyah Sumantri, SpPD-KHOM, MMRS., FINASIM., menekankan perlunya kerja sama lintas sektor dalam memperkuat upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Bandung.
Hal itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS Tingkat Kota Bandung yang digelar di Hotel Horison pada Rabu, 12 November 2025.
Menurut dr. Agung, masalah HIV tidak hanya berkaitan dengan aspek medis, tetapi juga sosial, ekonomi, serta kemanusiaan.
“Kita tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah, DPRD, tenaga kesehatan, tokoh agama, dunia pendidikan, dan masyarakat, semua punya peran. Sinergitas program menjadi kunci agar Bandung mencapai Three Zero 2030, yakni zero new infection, zero AIDS-related death, dan zero discrimination,” ujarnya.
Karena itu, ia menilai seluruh pihak harus saling bersinergi, mulai dari pemerintah, DPRD, tenaga kesehatan, lembaga pendidikan, tokoh agama, hingga masyarakat.
Kolaborasi yang solid diharapkan mampu mendorong Bandung mencapai target Three Zero 2030: zero infeksi baru, zero kematian akibat AIDS, dan zero diskriminasi.
Ia menjelaskan bahwa Kota Bandung telah memiliki landasan kebijakan yang kuat, mulai dari Perda No. 12 Tahun 2015 hingga Surat Edaran Wali Kota 2025 mengenai pemeriksaan kesehatan calon pengantin, termasuk pemeriksaan HIV, sifilis, dan hepatitis B.
“Kebijakan kita sudah cukup progresif. Tantangan terbesar bukan pada peraturan. Tapi pada pelaksanaannya, apakah setiap puskesmas sudah melaksanakan SPM HIV dengan baik, dan apakah koordinasi antar-sektor berjalan efektif,” ujarnya.
Namun, tantangan utama berada pada implementasi di lapangan serta konsistensi koordinasi antarinstansi. Ia mempertanyakan apakah setiap puskesmas sudah menjalankan SPM HIV secara optimal dan apakah kolaborasi antarsektor berjalan efektif.
Dalam kesempatan tersebut, dr. Agung juga memaparkan enam program strategis yang perlu diperkuat, meliputi penjangkauan dan testing, pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA), perawatan dan pengobatan (PDP), pencegahan bagi pasangan, harm reduction, serta edukasi bagi populasi risiko rendah. Ia menambahkan strategi S-T-O-P HIV (Suluh, Temukan, Obati, Pertahankan) sebagai kerangka kerja untuk memperkuat edukasi, deteksi dini, layanan pengobatan, dan pendampingan.
DPRD, kata dr. Agung, juga berkomitmen mengawal kebijakan dan anggaran agar program HIV/AIDS masuk dalam prioritas pembangunan kesehatan daerah. Ia menegaskan bahwa keberhasilan hanya bisa dicapai melalui sinergi yang saling melengkapi.
Ia menyebutkan empat langkah penting yang harus diperkuat, yaitu penyesuaian anggaran sesuai kebutuhan, fokus pada wilayah dengan risiko tinggi, pemutakhiran data dan pemetaan, serta kolaborasi antarprogram seperti TBC, IMS, dan NAPZA.
Tahun 2025 dinilai sebagai momentum memperluas partisipasi masyarakat melalui Musrenbang di tingkat kecamatan dan kelurahan.
Menurutnya, aparat wilayah, kader, serta tokoh masyarakat perlu memahami bahwa isu HIV merupakan bagian penting dari pembangunan manusia dan harus mendapat perhatian serius.



































































Discussion about this post