Bismillaahi tawakkaltu ‘alallah.
Memasuki hari ke-10 bulan suci di tahun 1443 Hijriyah ini, tepat dengan sebuah penanggalan monumental, yakni Hari Kartini.
Hari Kartini, hari di mana rerata orang memahami atau memaknai atau mendifinisikan sebagai patok emansipasi.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dinyatakan bahwa emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria).
Namun penting untuk kita telaah lebih dalam bahwa persamaan hak tidak kemudian ditafsirkan sebagai sebuah kebebasan tanpa norma.
Mengenali Kartini, Mengakrabi Substansi
Selanjutnya, penting untuk kita maknai bersama bahwa salah satu nilai perjuangan seorang Kartini adalah “melek” alias awas alias alias mampu merespons. Melek terhadap apa?
- Melek terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
- Melek terhadap kebutuhan zaman
- Melek terhadap ruang kosong untuk diisi dengan kontribusi.
Mengapa harus “melek”?
Karena memang spirit Kartini itu sendiri adalah melek. Salah satunya, melek terhadap fenomena tentang hak pendidikan untuk perempuan.
Bagaimana beliau mengafirmasi harapannya untuk bisa sekolah, untuk dapat membaca sebagaimana mestinya, untuk menikmati kursus-kursus keterampilan sebagai bekal kehidupan.
Artinya, spirit Kartini tidak sepragmatis persoalan sejajarnya kaum perempuan dan kaum laki-laki.
Karena bila kita tafakuri, dengan adanya perbedaan gender yang telah Allah takdirkan kepada manusia, hal demikian telah diikuti dengan fitrahnya yang yang berbeda.
Spirit Pendidikan, Jantung Peradaban
Oleh karena, ada satu substansi yang kadang-kadang terlupakan dari kemelekatan perjuangan Kartini, yaitu pendidikan. Bagaimana Kartini menjadikan pendidikan sebagai jantung peradaban.
Karena berdayanya seorang perempuan pun disokong oleh pendidikan. Terlepas, apakah pendidikan formal maupun nonformal.
Bagaimana seorang perempuan dengan berbekal pendidikan, tahu dan dan menerapkan terkait dengan bagaimana caranya berbicara yang baik dan benar, tentang bagaimana cara berpakaian yang santun, tentang bagaimana bersikap yang semestinya.
Pun dengan latar belakang pendidikan formal yang diampu, bagaimana sebuah kepakaran bisa dikuasai dan dijadikan patok kemaslahan untuk mencerahkan dunia.
Kartini dan Nilai-nilai Islami
Pun sebagai muslim. Betapa Rasulullah Saw. telah mengingatkan kita tentang esensi menebar manfaat.
“Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” (H.R. Bukhari). Artinya, bagaimana seorang Kartini mendobrak budaya keterkungkungan, dengan sebuah impian agar kaum perempuan bisa turut berjasa.
Bahkan jika saja kita mengenali dengan seksama rangkaian fragmen kisah Shahabiyah Nabi. Masing-masing dari mereka memiliki andil yang istimewa dalam setiap jejak perjuangan Rasuullah Saw.
Demikian pula dalam sabdanya yang lain, Rasulullah Saw. telah menegaskan kepada kita semua untuk menjadi mukmin yang kuat. Yang tangguh, yang penuh dengan nilai-nilai adversity quotient.
Sabda Rasulullah: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. (HR. Muslim)
Artinya, nilai-nilai kemusliman seorang Kartini, secara fitrah dan naluriah, mengemuka dan menjadi bara yang membangunkan semangat pemberdayaan.
Mari Menjadi Kartini
Lalu bagaimana dengan kita?
Mari menjadi Kartini di banyak dimensi.
Kartini Keluarga
Menjadi kartini di lingkungan masyarakat terkecil kita yakni keluarga. Mari jadikan kita sebaik-baik motivator bagi anggota keluarga, agar keluarga kita bertumbuh dan berdaya di atas kebermanfaatan dan kemaslahatan.
- Berdaya di keluarga, hakikatnya adalah menyumbang stok pejuang dan pemimpin bagi negeri.
- Menjadi pejuang keluarga, hakikatnya adalah pejuang masa depan bangsa
- Menjadi guru bagi keluarga, hakikatnya adalah meretas kegelapan dan mengubahnya menjadi cahaya yang menginspirasi dan solusi.
Kartini Sosial
Mari menjadi Kartini di lingkungan aktivitas, baik tempat kerja maupun organisasi. Bagaimana kita melambungkan antusiasme kepedulian. Bagaimana pula kita meningkatkan gairah belajar kepada orang-orang di lingkungan kita.
Sehingga secara utuh kita menjadi perempuan yang berdaya, berkarya dan berjasa.
- Bagaimana kita menjadi kiblat alias teladan, baik dalam ucap maupun tindak
- Bagaimana kita mempunyai stok prestasi sebagai sumbangsih terhadap gemilangnya negeri.
- Bagaimana kita tampil sebagai perempuan yang menyeru. Menyeru kebaikan dan kebenaran.
—
Salam bahagia untuk seluruh keluarga di mana saja berada. Yuk semuanya bisa!
Oleh: Hj. Siti Muntamah Oded, S.Ap.
(Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPW PKS Jabar)