Bewarajabar — Beberapa pekan ini, dunia pendidikan kita disibukan dengan viralnya peraturan dan kebijakan yang seolah-olah kurang berorientasi pada pemikiran pelaksana pendidikan di masyarakat pendidikan dan ketatalaksanaan pengelolaan pendidikan. Viralnya versi buku sejarah yang diunggah di laman resmi kemendikbud walaupun dinyatakan tidak resmi, terbitnya PP 57/2021 dengan hilangnya fungsi pemgawas dan bidang studi pancasila, bahasa indonesia dan agama pada kurikulum wajib. Membuat konsentrasi masyarakat pendidikan terpecah. Di satu sisi sedang berusaha mengatasi proses pendidikan di masa pandemi, di sisi lain terbitnya PP yang mengundang kontroversi
Pendidikan sebagai salah satu garda utama pengawal arah Bangsa Indonesia memiliki peran utama dalam mengawal, melaksanakan dan mengambil kebijakan pembangunan generasi Indonesia dengan mengutamakan dasar falsafah NKRI yang dimotori pendiri bangsa dan disepakati kita bersama, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Ini penting agar NKRI menjadi ruh bersama dan implementasi “saya pancasila NKRI harga mati” dapat dirasakan dalam bentuk kebijakan yang terarah, terukur dan tidak mengundang polemik.
Selain landasan filosofis, landasan historis diharapkan menjadi dasar dalam membawa arah pendidikan kedepan. Karena sejarah berdirinya setiap negara, kondisi sosioligis, georafis, perkembangan masyarakat, pemerataan dll berbeda satu negara dengan yang lainnya.
Selama ini, suara-suara yang disampaikan oleh PGRI yang kritis konstruktif dan elegan mewakili suara bersama pelaksana ataupun pemerhati pendidikan di pelosok tanah air. PGRI sebagai organisasi guru terbesar di nusantara ini menjadi garda terdepan dalam menyuarakan dan bersikap kritis konstruktif terhadap kebijakan pendidikan. Kepedulian PGRI bukan hanya kewajiban tetapi merupakan nurani yang ikhlas dan murni akan arah pembangunan generasi yang mengutamakan eksistensi NKRI.
PGRI menyadari akan perkembangan teknologi dan insformasi yang mendekatkan dunia dalam genggaman adalah tantangan utama pembangunan pendidikan. Sehingga perlu dikeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan yang mendukung tantangan tersebut. Tetapi Pembangunan karakter generasi muda dengan landasan filosofis, landasan historis dan empiris serta landasan religi harus tercermin dalam landasan yuridis yang menjadi dasar pelaksanaan dalam proses pendidikan. Dengan demikian menghadapi tantangan revolusi perkembangan dunia diselesaikan dengan tidak melupakan nilai-nilai dasar ke Indonesiaan. Pendidikan yang berkebudayaan menjadi landasan utama dalam arah pembangunan pendidikan di Indonesia.
PGRI Jabar khususnya mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah akan arah kebijakan pendidikan yang tetap memperhatikan kultur masyarakat indonesia yang memiliki ciri khusus sejak jaman dulu. Pendidikan yang berkebudayaan menjadi solusi arah pendidikan menuju masyarakat NKRI yang berdaulat di negri sendiri.
Oleh : Heris Hendriana (ketua dewan pakar PGRI Jawa Barat)