Bewarajabar.com – Masalah bullying selalu ada disekitar kita entah dalam lingkungan internal dan keluarga.
Banyak yang menemukan anak yang menjadi korban bullying terlebih lagi anak tersebut pasif, sulit bersosialisasi, dan terlbilang cukup lemah, yang menjadi sasaran empuk dalam bullying.
Dengan hal ini kita sebagai orang tua, kakak ataupun wali harus mengajarkan anak agara mampu membela dirinya sendiri, hal ini berdasarkan pengalaman pribadi oleh Ficky Yusrini yang dilansir dari Mommiesdaily.com.
Jaga Keterbukaan
Tantangan menghadapi anak berkepribadian introvert adalah menjaga bonding tetap kuat agar ia mau menjadikan kita orang kepercayaannya untuk mengekspresikan segala emosi.
Masalah dalam hubungan pertemanan akan selalu ada, pastikan anak terbuka pada kita tentang teman-temannya. Tingkat ketahanan anak menghadapi tekanan berbeda-beda. Bisa jadi, menurut kita sepele, tapi buat anak kita, itu adalah problem besar sampai mengganggu mood dan emosinya. Sebagai orang tua, kita tidak boleh menyepelekan masalah sekecil apa pun.
Dengarkan dan Ajak Diskusi
Saya tipe orang tua yang kurang suka mendikte anak dan mencarikan solusi untuk setiap masalahnya. Buat saya, cukup jadi pendengar dulu. Tidak mudah, sebab seringnya kita sudah ‘panas’ duluan mendengarnya dan tidak sabar langsung memberi saran agar menghadapinya dengan kejantanan layaknya laki-laki. “Pukul balas pukul, dong!” “Lawan! Jangan diam!”.
Saya lebih suka membuka ruang diskusi dengan anak. “Kalau menurutmu, harus gimana?” Jika masalahnya berat pun, saya akan tawarkan dulu ke anak.
“Menurutmu, ibu perlu turun tangan nggak?” Jika jawabannya tidak perlu, saya akan memberinya waktu untuk menemukan solusi sendiri bagi masalahnya, dengan menanyakan kondisinya setiap hari.
Belajar dari Bacaan
Ceritakan tentang masa kecil kita dan bagaimana dulu kita menghadapi teman-teman kita, saat masih seusia anak yang sekarang. Situasinya mungkin berbeda.
Tapi, anak bisa belajar dari cerita kita. Entah dulu kita sebagai si penakut yang pasif, atau pemberani. Tidak selalu harus dari kisah kita sendiri, kita juga bisa membahas kisah-kisah keberanian dan ketegasan dari buku fiksi anak.
Minta anak untuk menceritakan kembali dan setelah itu didiskusikan. Pelajaran tentang perlunya melindungi diri sendiri dan melawan penindasan tanpa harus menjadi agresif, akan lebih masuk ke anak bila disampaikan lewat diskusi bacaan, ketimbang dari ceramah kita.
Ajak Anak Bermain Peran
Simulasi juga bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengajari anak ketegasan. Ajak anak untuk berimajinasi dalam suatu peran, “Kalau kamu dipukul, kamu akan bilang apa?” “Kalau kamu diejek dengan kata-kata yang menyakitkan, kamu jawab apa?” Lakukan berulang kali sampai anak bisa mengekspresikan ketegasannya atau mengabaikannya sampai si pelaku bosan.
Berani Bukan Hanya untuk Diri Sendiri
Situasinya tidak selalu anak yang menjadi korban langsung. Bisa jadi, si bully mengincar teman main anak. Saat menghadapi kondisi tersebut, anak juga perlu diajari untuk tidak hanya diam saja, tapi menunjukkan empatinya pada teman.
Pikirkan berbagai alternatif solusi yang bisa ia lakukan. Misalnya, jika ia tidak berani untuk mengingatkan si bully, ia bisa minta teman lain untuk mendukungnya membela teman yang lemah.
Kapan Perlu Intervensi
Sebagai ibu atau pun walinya harus tahu jika anak punya masalah, mencarikan solusi yang terbaik, dan kapan perlu bertindak. Tentunya dengan tahapan-tahapan dengan mempertimbangkan kemampuan anak menghadapi tekanan yang dialaminya.