Bandung, Bewarajabar.com – Sidang gugatan kasus penggunaan lahan oleh Yayasan Pancaran Damai mulai disidangkan hari ini di Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A, Rabu 5 November 2025.
Pihak yang mengugat dalam perkara dengan Nomor 240/Pdt.G/2025/PN.Bdg adalah Daud Sunardi Kurniawan sebagai pihak penggugat dan menggugat Yayasan Pancaran Damai atas penggunahan lahan atau tanah dijadikan sebagai tempat ibadah.
Gereja Telah Menggunakan Lahan Aquo
Tim kuasa hukum Yayasan Pancaran Damai dari Oesman Ponco Silitonga, SH & Associates menyebutkan bahwa 6 bangunan gereja yang dikelola yayasan telah menggunakan tanah Aquo secara sah sebagai rumah ibadah selama lebih dari 40 tahun.
Sementara ke-6 gereja dibawah pengelola Yayasan Pancaran Damai tersebut adalah Gereja Penyebaran Injil Cibadak, Gereja Pantekosta Cibadak, Gereja Babtis Independent Indonesia, Gereja Pentakosta Indonesia Cibadak, Gereja Bethel Tebernakel Yesus Hidup dan Gereja dan Gereja Huria Kristen Indonesia Resort Bandung.
Disebutkan bahwa sejak awal tahun 1980-an gereja gereja tersebut telah menguasai, menempati, memelihara serta memanfaatkan tanah yang menjadi obyek permasalahan aquo di Jalan Cibadak No. 334 secara terbuka dan berkesinambungan.
Muncul Perkara Gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung
“Ada obyek tanah di Jalan 334 Cibadak dan obyek tersebut sudah puluhan tahun dikuasai oleh gereja gereja. Namun seiring berjalannya waktu maka tempat ibadah itu membuat yayasan agar dikelola oleh yayasan,” kata Rico Sotarduga Lumban Tobing, S.H., M.Kn tim kuasa hukum Yayasan Pancaran Damai Cibadak.
Dan di objek tersebut masih digunakan sebagai tempat ibadah, yaitu gereja gereja tersebut. Di tahun 2018, lanjutnya, terbitlah sertifikat HGB serta sertifikat. “Nomornya saya lupa lagi, ya sebab harus akurat.”
“Yang mana sertifikat itu adalah HGB. Terhadap HGB nomor 51 ( saya tidak tahu persis) sudah habis atau berakhir. Ini artinya penggugat tidak ada hak atau tidak ada lega standing terhadap gugatan ini,” tandasnya.
Hanya, tambahnya, ada sertifikat yang di belakang 334 dan sertifikat 334 di depan. Kemudian di sertifikat 334 belakang ini terbit sertifikat di tahun 2018, dengan dasar pembelian dari yang pertama yaitu sertifikat di depan.
“Jadi, tandasnya, dengan dasar itulah menggugat gereja gereja yang dikelola yayasan sehingga kami sebagai kuasa hukum terhadap yayasan merasa gugatan ini kurang tepat,” ucapnya.
Penggugat Dinyatakan Lemah
Karena yang harus menggugat adalah penjual dan itu kalaupun ada penjual bukan yayasan. Terhadap apa yang diminta yakni mengosongkan sebenarnya tidak memiliki hak karena kami-lah atau gereja-lah yang sudah menguasai selama kurang lebih 40 tahun lahan tersebut.
Maka pihaknya mempertahankan obyek tersebut. Selanjutnya yang menjadi harapan di sini adalah gereja gereja itu oleh mereka tetap dipergunakan untuk beribadah dengan rasa tentram, nyaman dan tenang.
“Artinya tidak ada gangguan dari pihak lain meski ada pemilik yang sah dan benar benar pemiliknya maka gereja akan memberikan. Ataupun dengan solusi solusi lain seperti pembelian, sewa dan segala macamnya,” tandas Rico.
Namun di gugatan ini pihaknya menganggap bahwa gugatan itu tidak mendasar sehingga kami akan mempertahankan itu semua.
Sebelumnya diketahui tim kuasa hukum yayasan Oesman Ponco Silitonga & Assosiates terdiri dari Yoas Panggawa Silitonga, S.H., M.Kn,
Yere Tigor Silitonga, S.H., M.Kn,
Rico Sotarduga Lumban Tobing, S.H., M.Kn.
Kemudian Elias Jonipredi, S.H, Perdinan S.H dan Hones Lumban Tobing S.H.***



































































Discussion about this post