Kab. Bandung, Bewarajabar.com – Di tengah sorotan publik terhadap transparansi birokrasi, Bupati Bandung Dadang Supriatna menegaskan kembali pentingnya keterbukaan informasi publik sebagai fondasi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Namun di balik semangat itu, hasil evaluasi justru menunjukkan masih banyak badan publik di Kabupaten Bandung yang belum sepenuhnya membuka diri.
Dalam kegiatan Awarding dan Sosialisasi Klasifikasi Informasi Publik Tahun 2025 di Gedung Oryza Sativa, Kamis (16/10/2025), Dadang—yang akrab disapa Kang DS—menyebut keterbukaan bukan sekadar tuntutan undang-undang, melainkan “kebutuhan moral” bagi penyelenggara negara.
“Masyarakat merindukan keterbukaan informasi dari kita. Setiap program pemerintah itu baik, tapi sering kali sosialisasinya tidak sampai ke masyarakat,” ujar Kang DS.
Informasi publik sangat penting untuk membangun kepercayaan dan partisipasi masyarakat.
Namun, data dari hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Implementasi UU KIP menunjukkan masih adanya ketimpangan besar antarinstansi. Dari total 76 badan publik di Kabupaten Bandung, hanya 27 yang berhasil meraih predikat informatif. Sebanyak 13 badan publik baru “menuju informatif”, 19 “cukup informatif”, 12 “kurang informatif”, dan bahkan masih ada 5 yang dinilai “tidak informatif”.
Hasil ini menunjukkan bahwa di balik narasi transparansi, implementasi di lapangan belum sepenuhnya menggembirakan.
Tiga perangkat daerah yang dinilai paling terbuka di antaranya Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, serta Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Sementara dari tingkat kecamatan, Majalaya, Cimaung, dan Paseh menjadi yang paling informatif.
Kang DS juga menyinggung soal budaya birokrasi yang masih alergi terhadap kritik.
“Pemerintah jangan anti kritik. Oposisi itu bukan hal yang salah selama kritiknya membangun. Kita perlu komunikasi dua arah agar kebijakan yang dijalankan tepat sasaran,” tegasnya.
Namun, pernyataan itu bisa jadi tantangan bagi aparatur Pemkab sendiri.
Beberapa penggiat keterbukaan informasi di Bandung menilai bahwa akses terhadap dokumen publik, seperti laporan keuangan, data proyek, atau hasil lelang, masih sulit diperoleh tanpa prosedur panjang dan berbelit.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi, Statistik dan Persandian Kabupaten Bandung, Teguh Purwayadi, mengakui bahwa tantangan terbesar masih terletak pada pemahaman pejabat publik terhadap klasifikasi informasi.
“PPID berfungsi memastikan mana informasi yang bersifat terbuka, terbatas, maupun dikecualikan. Keberadaannya adalah bentuk nyata transparansi dan akuntabilitas pemerintah kepada masyarakat,” ujarnya.
Namun, selama masih ada badan publik yang menutup diri atas nama “informasi dikecualikan”, upaya mewujudkan pemerintahan yang benar-benar terbuka tampaknya masih butuh lebih dari sekadar seremoni dan penghargaan.
Transparansi bukan hanya slogan—ia diuji dari seberapa mudah rakyat mengakses informasi yang seharusnya menjadi hak mereka.
Discussion about this post