Bandung, bewarajabar.com — Sejak Covid-19 mewabah, salah satu tempat di Kota Bandung yang sering disebut, yaitu Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Hasan Sadikin (RSHS). Mengapa? Karena RSHS merupakan salah satu pusat rujukan pasien Covid-19 di Jawa Barat.
RSHS yang berada di Jalan Pasteur, Kota Bandung ini menjadi salah satu rumah sakit garda terdepan memerangi Covid-19. Di tempat ini, para pejuang Covid-19 yang terdiri dari tenaga kesehatan berupaya menyembuhkan pasien Covid-19.
Keberadaan RSHS memang tak bisa dilepaskan dengan Kota Bandung. Data yang dihimpun Humas Kota Bandung dari situs resmi RSHS menyebutkan, rumah sakit ini dibangun sejak masa penjajahan Belanda. Pembangunan tepatnya tahun 1920 dan diresmikan pada 15 Oktober 1923 dengan nama “Het Algemene Bandoengsche Ziekenhuis” (Rumah Sakit Umum Bandung).
Empat tahun kemudian, nama ini diubah menjadi “Het Gemeente Ziekenhuijs Juliana” (Rumah Sakit Kota Juliana). Kapasitas Het Gemeente Ziekenhuijs Juliana di awal berdirinya hanya 300 tempat tidur dan diperkuat enam dokter berkebangsaan Belanda. Satu di antaranya ahli bedah yang tidak bekerja penuh dan dua dokter berkebangsaan Indonesia, yaitu dr. Tjokro Hadidjojo dan dr. Djundjunan Setiakusumah.
Hingga perang Pasifik yang pecah pada 1942, Het Gemeente Ziekenhuijs Juliana diubah menjadi rumah sakit militer Belanda. Ketika Jepang mengusir Belanda dari Indonesia dan menduduki Pulau Jawa, Het Gemeente Ziekenhuijs Juliana tetap sebagai rumah sakit militer, namun namanya berubah menjadi “Rigukun Byoin”.
Ketika Indonesia merdeka lewat Proklamasi 17 Agustus 1945, RSHS kembali dikuasai oleh Belanda dan fungsinya masih tetap sebagai rumah sakit militer. Baru pada 1948, fungsi rumah sakit berubah menjadi fasilitas kesehatan untuk umum.
Direktur pertama RSHS adalah orang Belanda, yakni W. J. van Thiel. Ia menjabat sebagai direktur sejak sebelum Jepang menduduki Priangan. Thiel masih memimpin rumah sakit sampai 1949. Selanjutnya, rumah sakit dipimpin Dr Paryono Suriodipuro sampai 1953.
Tidak jelas kapan tepatnya perubahan nama Het Gemeente Ziekenhuijs Juliana atau Rigukun Byoin menjadi Rumah Sakit Rancabadak. Yang jelas sebutan itu datang dari masyarakat.
Sejumlah sumber menyebutkan, setelah Indonesia merdeka, RSHS dikelola oleh pemerintah daerah. Masyarakat menyebut rumah sakit ini dengan nama “Rumah Sakit Rantja Badak“.
Pada 1954, rumah sakit Rumah Sakit Rancabadak ditetapkan menjadi rumah sakit provinsi dan diawasi langsung oleh Departemen Kesehatan.
Soal nama Rancabadak, ia diambil dari nama kampung yang menjadi tempat berdirinya rumah sakit, yakni kampung Rancabadak. Nama Rancabadak diambil dari bahasa Sunda, yaitu ranca yang dalam bahasa Sunda berarti rawa. Sedangkan badak adalah nama hewan bercula satu yang mempunyai nama latin Rhinoceros sondaicus dan hidup di Jawa Barat. Diperkirakan kawasan tersebut tempat badak berkubang.
Pada tahun 1956, Rumah Sakit Rancabadak dijadikan rumah sakit umum dengan kapasitas 600 tempat tidur. Di saat yang sama, pemerintah mendirikan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).
Rumah Sakit Rancabadak lalu berfungsi sebagai tempat pendidikan oleh FK Unpad. Hal ini menjadi awal kerja sama antara Rumah Sakit Rancabadak dan FK Unpad. Perubahan nama rumah sakit kembali terjadi ketika rumah sakit ini dipimpin Dr. Hasan Sadikin yang juga Dekan FK Unpad.
Selagi menjabat sebagai direktur dan dekan, Hasan Sadikin meninggal dunia (16 Juli 1967). Untuk menghormati pengabdian dr. Hasan Sadikin, Rumah Sakit Rancabadak berubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin atau RSHS.
Bagi kaum milenial, nama Rancabadak mungkin terdengar asing. Namun bagi warga Kota Bandung zaman baheula, masih banyak yang menyebut RSHS dengan nama Rancabadak.*
yang masih jauh buruan merapat
yang udah dekat buruan bergabung
bermain game asik, seru, banyak bonus
hanya di QQHARIAN (langsung googling aja)