Pria paruh baya itu tak lain adalah Purwadi, singkat saja namanya. Tapi karyanya tidak sesingkat namanya. Banyak karyanya yang sudah dipersembahkan untuk masyarakat. Sosoknya dikenal amat kreatif, bertindak cepat dan taktis. Intuisinya tajam terhadap segala sesuatu yang baru. Taman-taman tematik yang selain indah, bernilai seni dan ramah lingkungan sudah ia bangun dan tersebar di beberapa desa seperti Desa Pangauban, Pasawahan, Cangkuang, Andir, Katapang, dan di desa lainnya.
Sebagai Dansektor 7 Program Citarum Harum, sosok yang satu ini memang jarang bicara. Apalagi ke media, walau ia amat terbuka orangnya. Sejak 3 tahun lalu penulis ingin mewawancarai perwira dari satuan kavaleri ini untuk rubrik profile, namun secara halus selalu mengelak.
Sampai pada suatu Jumat siang kala hujan turun saat itu. Penulis ingin mampir ke Posko sektor 7. Sebelum mampir, penulis menyempatkan diri melihat-lihat, berjalan menyusuri bagian atas pinggiran sungai. Setelah beberapa menit berjalan dan mengitari pandangan, penulis setengah termangu bercampur takjub, karena pangling dengan pemandangan yang penulis lihat. “Seperti ada sesuatu yang hilang dan berbeda. Secepat itukah berubah?! “

Tentu ada yang hilang dan berbeda. Dua tahun lalu, saat penulis melewati jembatan Rancamanyar, pinggiran sungainya banyak bangunan liar. Bangunan liar bukan hanya membuat Citarum terlihat kumuh, juga sering dijadikan tempat mesum dan sarang maksiat. Kini bangunan liar di sepanjang bantaran sungai itu sudah tak terlihat lagi. Rumput-rumput, ilalang, semak belukar serta pohon berduri yang dulu tumbuh liar juga sudah tak didapati.
Sebagai gantinya adalah pohon tanaman keras seperti flamboyan, cemara, akasia, mahoni, ketapang, dengan tanaman tumpangsari seperti sawi, pekcoy, cabe rawit, cabe merah, leunca, dan kolam-kolam tempat budidaya ikan. Selain itu ditanam juga pohon strewberry, terong, oyong, dsb. Di bagian paling atasnya yang sejajar dengan jalan raya, adalah tempat parkir, mushola, posko demplot, pusat jajanan kuliner, taman dan lapangan terbuka berlantaikan paving block.
Hmmm, sesuatu sekali. Padahal dulu di sini adalah gunungan sampah. Begitu kumuh dan berbau. Sungguh perubahan yang cepat. Tempat yang semula gunungan sampah, kini bersih disulap jadi taman bunga yang indah. Proses pembuatannya yang cepat mirip cerita legenda Sangkuriang, maka dinamai Taman Sangkuriang.
“Cukup intuitif juga, ” gumam penulis.