BANDUNG, BEWARAJABAR.COM – SDITQ Imam Malik merupakan sekolah Dasar Tahfiz Qur’an yang awal didirikan pada tahun 2013 di Jl. Kb. Gedang No.93, RT.02/RW.10, Maleer, Kec. Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat.
Awalnya hanya menampung untuk beberapa orang anak saja yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang. Tujuannya, untuk mendidik Siswa dengan nilai-nilai Islam dengan pembiayaan yang terjangkau. Sehingga terjangkau oleh masyarakat kalangan menengah ekonomi ke bawah.
Dalam perkembangannya, sekolah ini telah berjalan selama 6 tahun lebih, dan sudah mempunyai 232 siswa, terdiri dari kelas 1 sampai kelas 6. Walaupun dalam proses pelaksanaan ujian siswanya masih nebeng di SD terdekat, namun sekolah ini telah meluluskan 2 angkatan.
Meski kegiatan belajar mengajarnya masih menggunakan bangunan rumah dan beberapa ruangan di areal mesjid Ash-Shiddiq. Hal itu tidak menjadi hambatan bagi para pengurus maupun staff pengajar SDITQ Imam Malik Bandung untuk senantiasa berupaya menjalankan kegiatan pendidikan dengan menjunjung visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitu pula dengan para siswa, setiap harinya terlihat aktif dan antuasias dalam menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan dengan sistem belajar Semi Full Day ini.
SDITQ Imam Maliq Bandung merupakan sekolah yang memadukan antara Kurikulum Pendidikan Nasional (KTSP 2006) dengan kurikulum khas YIMB. Penambahan kurikulum khas YIMB merupakan ciri khas yang ingin diunggulkan berkaitan status sekolah sebagai Sekolah Dasar Islam Tahfidzul Qur’an. Oleh karena itu, kurikulum khas YIMB merupakan pengembangan dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Kurikulum khas YIMB meliputi mata pelajaran Tahfidzul Qur’an, Bahasa Arab, Aqidah, Siroh Nabawiyyah, Al-Qur’an Al-Hadits, Al-Adab Al-Islami, Fiqih, Hafalan Do’a Harian dan Baca Tulis Al-Qur’an.
Penekanan Kurikulum khas YIMB terutama berkaitan dengan Akhlaqul Karimah (Akhlaqul Qur’an). Kurikulum khas YIMB juga disesuaikan dengan perkembangan otak anak yang pesat di usia awal-awal sekolah dasar dengan menghafal Al-Qur’an dan do’a-do’a keseharian serta do’a-do’a sholat.
Selain penambahan kurikulum khas YIMB, pembelajaran di dalam kelas didukung oleh program pembiasaan yang di dasarkan kepada nilai-nilai Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman shalafus shalih.
Para siswa diajarkan adab-adab islam, baik dalam bergaul dengan sesama, guru, orangtua maupun masyarakat sekitar. Para siswa juga dibiasakan dengan pakaian yang sopan dan sesuai dengan tuntunan syari’at, sehingga mereka sudah dibiasakan untuk menginternalisasikan (menghayati) nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
SDITQ IMB menerapkan belajar 5 (lima) hari, yaitu mulai hari Senin sampai dengan hari Jum’at. Pembelajaran dimulai pada pukul 6.50 WIB sampai dengan pukul 13.00 bagi kelas 1, 2 dan 3, sedangkan kelas 4, 5 dan 6 pembelajaran sampai pukul 14.00 WIB. Hari Sabtu dimanfaatkan sebagai hari pelaksanaan ekstra kulikuler. Dan juga dimanfaatkan bagi pembelajaran remedial bagi siswa yang membutuhkan.
Dengan segala keterbatasan fasilitas ini, justru menjadi pemicu semangat pengurus dan staff pengajar untuk terus memaksimalkan dalam penyediaan sarana dan prasarana, seperti buku penunjang, meja dan kursi, seragam dan pakaian, media belajar, metode pengajaran, program pendidikan, dan lain sebagainya. Dan sepertinya, hal-hal inilah yang menjadikan siswa SDITQ Imam Malik Bandung tetap semangat belajar dari hari Senin sampai Jum’at di tiap pekannya.
Dikarenakan persyaratan menyelenggarakan sekolah masih cukup berat untuk dipenuhi, termasuk lokasi atau lahan yang harus disediakan oleh sekolah, kurang lebih ribuan meter persegi, terpaksa pihak sekolah ngontrak rumah-rumah yang ada di sekitar kegiatan belajar.
“Kami mengontrak kurang lebih 4 buah gedung untuk sekolah SD per tahun. Harga satu buah gedung beda-beda dari kisaran 15 Juta sampai 40 Juta dengan total 110 Juta per tahun. Terus terang untuk anggaran biaya kontrak gedung saja, kami menarik donasi dari masyarakat atau semacam himbauan, barangkali ada yang mau membantu. Alhamdulillah sampai saat ini pembiayaan untuk penyediaan sewa gedung terpenuhi. Karena pembiayaan dari SMP itu dikhususkan untuk gaji guru dan lain-lain”, ujar Ustadz Abu Faqih Rachmat Kurniawan, Kepala Sekolah SDITQ Imam Malik.
Penghambat terbesar selama berjalanya pendidikan yang belum dapat tepenuhi, yaitu masih kurangnya Sarana dan pra Sarana. Terutama kelas-kelas yang begitu sempit dikarenakan ngontrak rumah yang ada.
“Karena ruangan yang sangat sempit, terpaksa kami harus membongkar 2-3 kamar disatukan. Itu pun hanya cukup untuk kegiatan 1 kelas,” ucapnya.
Adapun pembagian kelas SDITQ Imam Malik Bandung yang saat ini dijalankan menggunakan ruangan ruangan sebagai berikut :
- Ruang belajar kelas 2, kelas 5 dan kelas 6 (menggunakan ruangan yang tersedia di bangunan sekretariat)
- Ruang belajar kelas 1 A dan 1 B (menggunakan fasilitas ruangan yang tersedia di mesjid Ash-Shiddiq)
- Ruang belajar kelas 3 dan 4 (menggunakan bangunan rumah dengan alamat Jl. Kebon Gedang No. 101, sekitar 10 meter dari sekretariat)
Pembagian kelas dan ruangan ini dilakukan, mengingat jumlah siswa SDITQ Imam Malik Bandung yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Sehingga yang pada awalnya proses kegiatan belajar mengajar hanya memanfaatkan fasilitas ruangan yang terdapat di mesjid Ash-Shiddiq, saat ini harus disebar dan diperbanyak sebagaimana pembagian diatas.
“Selama ini kami meminta bantuan hanya ke pihak swasta dan relasi secara pribadi serta medsos. Itu pun masih dirasa berat untuk memenuhi kebutuhan operasional Proses Belajar Mengajar (PKBM). Kami tidak tahu harus kemana mengajukannya, dengan status kondisi sekolahan kita yang seperti ini,” keluhnya seraya berharap ada uluran pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Bandung.
Ustadz Iwan berharap, sekolah ini bisa menjadi solusi bagi kaum muslimin, bagi orang tua-orangtua yang ingin menyekelohkan anak-anaknya dengan basis agama, yaitu Islam dengan pembiayaan yang terjangkau oleh keuangan mereka.
“Pengalaman itu kemarin kita buka 2 kelas tapi ternyata waiting list sudah ada 1 kelas, jadi akhirnya ini kita terima, memaksakan diri menerima jadi 3 kelas, padahal rencananya 2 kelas dan setelah kita buka 3 kelas ternyata masih ada waiting list, tapi kita tidak berani menambahkan 4 kelas dengan kekurangan tadi, sarana dan pra sarana yang tidak memadai, khawatir malah mengurangi kualitas pendidikan”, ucap Ustadz Abu Faqih Rachmat Kurniawan, Kepala Sekolah SDITQ Imam Malik.
“SDITQ Imam Malik punya ciri khas, karena kondisinya ngontrak akhirnya siswa maupun siswi berbaur dengan masyarakat karena tidak ada batas dengan masyarakat, sedangkan sekolah lain mempunyai khas dengan Benteng”. (ADE)