Bandung, Bewarajabar.com — Kecamatan Coblong hingga 23 Februari 2021 masih menjadi peringkat pertama kasus positif aktif Covid-19 terbanyak di Kota Bandung. Untuk menekan penyebaran, Kecamatan Coblong memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) di Kelurahan Dago dan Sadangserang.
Salah satu lokasi yang memberlakukan PSBM, yakni RW 11 Dago membatasi pergerakan warga dengan membuat Posko PSBM dan menutup beberapa akses masuk-keluar, karena di wilayah tersebut terdapat warga yang sedang melakukan isolasi mandiri.
Selain itu, warga pun saling membantu guna memenuhi kebutuhan warga yang melakukan isolasi mandiri dengan mensuplay kebutuhan makanan, vitamin, dan obat-obatan hasil dari bantuan dan swadaya masyarakat. Kader yang mengantarkannya pun harus memakai Alat Pelindung Diri (APD).
Ketua RW 11 Muhammad Affandi mengatakan RW 11 telah memberlakukan PSBM tersebut sejak 10 Februari.
“Jadi tanggal 10 itu fisiknya (Posko), kalau secara kerjanya jauh-jauh hari sudah melaksanakan kalau ada yang positif di RW 11 ini. Terbanyak (kasus positif) itu tanggal 12 Februari,” katanya saat ditemui di Posko PSBM RW 11 Dago, Selasa 23 Februari 2021.
“Padahal kami sudah melakukan Protokol Kesehatan, kita pengurus RW 11, para Kader, RT, warga, bersama Lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas itu semua langsung turun tangan juga untuk menangani ini,” lanjutnya.
“Alhamdulillah makin ke sini, (pasien Covid-19) makin banyak yang sembuh. Dan warga sekitar yang dikhawatirkan tertular juga tidak ada sampai sekarang,” ungkapnya.
Menurut Affandi, saat ini, pihaknya mengurusi orang yang positif dan melakukan isolasi mandiri dengan menyuplai makanan, vitamin dan yang lainnya. Di samping itu Puskesmas juga memasok obat-obatan.
Sedangkan warga yang dinyatakan negatif dari keluarga pasien covid-19 dialihkan ke rumah singgah untuk isolasi mandiri juga, sehingga tidak berkegiatan dulu di luar rumah.
“Untuk suplai makanan itu sumbernya dari keluarga, pengurus, dan warga. Proses awalnya kita bentuk semacam dapur umum mini khusus untuk menangani yang positif itu. Sedangkan yang menyalurkan tetap tidak sembarangan, dari Kader kita yang sudah paham penyalurannya,” katanya.
“Lalu ada juga warga yang memberi makanan matang, itu setiap hari jumat, istilahnya jumat berkah. Itu juga sama, dibagikan melalui pengurus,” lanjutnya.
Terkait penutupan akses, Affandi menyampaikan ada tiga titik akses yang ditutup untuk membatasi orang masuk dan keluar.
“Diharapkan tamu luar yang utamanya tidak terkontaminasi dengan adanya virus di sini, atau mereka tidak membawa virus ke sini. Kalau tamu yang urgent kita persilahkan masuk tapi diperiksa terlebih dahulu,” katanya.
“Kalau ojek online, atau yang mengantarkan paket, nanti si pemesannya yang mendatangi ke sana. Kita tidak izinkan mereka masuk,” ucapnya.
Affandi melanjutkan, semenjak PSBM berlangsung, dari 18 orang yang sebelumnya positif, saat ini ada 11 orang. Itu pun 2 orang berada di RS Advent yang kabarnya sudah diperbolehkan pulang.
“Ya nanti dua orang itu akan isolasi mandiri di rumah. Untuk yang positif lainnya, kondisinya juga OTG, agar mereka juga berkegiatan saran dari Ibu Kader tidak selalu disuplai makanan matang, tapi bahan mentah juga agar bisa memasak sendiri untuk refreshing mereka. Alhamdulillah secara psikis tidak terlalu tegang dengan metode itu,” ungkapnya.
Dia pun berharap, dengan dukungan pemerintah dan semua elemen masyarakat, kasus positif di RW 11 ini bisa cepat selesai, sehingga warga lain pun tidak khawatir dan agar jangan sampai terpapar.
“Alhamdulillah selama ini, dari Pihak Kelurahan itu peduli sekali, Bu Lurah dan jajarannya sering ke sini, sama Babinsa, Bhabinkamtibmas, dari Polsek dan Koramil juga,” ucapnya.
Sementara itu Lia Nur Jauharatul Mardiyah, Kader RW dan PKK Kelurahan yang bertugas mengantarkan kebutuhan warga yang melakukan isolasi mandiri mengaku tergerak karena peduli dengan warga yang melakukan isolasi mandiri.
Dengan memakai APD berupa Hazmat saat mengantarkan kebutuhan warga tersebut, dia yang baru kali ini memakainya tidak berpikir macam-macam, karena memang harus memakainya. Sedangkan waktu pengantaran kebutuhan tersebut dijadwalkan sehari tiga kali, pagi siang dan sore.
“Awalnya karena warga lain juga gak pada mau tugas ini, terus di depan rumah, tetangga saya yang kenanya (positif Covid-19), akhirnya saya siap jadi yang tugas nganterin,” katanya.
“Saya juga istilahnya tidak seperti mau bunuh diri (berdekatan langsung dengan pasien positif covid-19). Saya udah tahu protokolnya seperti apa. Pakainya (hazmat) pun biasa, hanya memang panas, tapi itu sudah prosedur harus dipakai, ya dipakai aja,” katanya.