Bandung, Bewarajabar.com – Kerugian negara akibat aktivitas tambang ilegal di Jawa Barat mencapai triliunan rupiah. Puluhan advokat yang tergabung dalam Tim Hukum Jabar Istimewa mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat untuk menjerat pelaku dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Desakan ini disampaikan dalam audiensi di Kantor Kejati Jabar, Jalan LL RE Martadinata, Kota Bandung. Puluhan advokat tersebut diterima oleh pihak Kejati Jabar dan saat itu juga diberikan surat laporan dan legal opinion terkait tambang ilegal di Jawa Barat.
Perwakilan Tim Hukum Jabar Istimewa, Jutek Bongso, menegaskan bahwa tambang ilegal tidak hanya melanggar Undang-Undang Minerba dan Lingkungan Hidup, tetapi juga menyebabkan kerugian negara yang nyata. Oleh karena itu, menurutnya, UU Tipikor harus diterapkan untuk mengejar pengembalian kerugian negara akibat eksploitasi tambang ilegal yang berlangsung selama puluhan tahun tanpa kontribusi kepada negara.
“Mereka tidak pernah membayar pajak atau pendapatan lain yang seharusnya masuk ke negara. Padahal, sesuai Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah milik negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat,” ujar Jutek kepada wartawan di Kejati Jabar, Jumat 31 Januari 2025.
Kerugian Negara Bisa Mencapai Triliunan Rupiah
Berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, terdapat 176 lokasi tambang ilegal yang beroperasi. Jika setiap tambang menghasilkan pajak Rp100 juta per bulan, maka potensi kerugian negara dalam setahun bisa mencapai Rp12 miliar per tambang. Jika dikalikan dengan 176 tambang selama puluhan tahun, maka jumlahnya bisa mencapai triliunan rupiah.
Selain aspek ekonomi, keberadaan tambang ilegal juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, termasuk jalan rusak akibat aktivitas angkutan berat dan penggundulan lahan yang memperburuk risiko bencana seperti longsor dan banjir.
“Bahkan, kami mendapat informasi bahwa salah satu lahan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam hal ini PTPN di Subang, juga digunakan untuk aktivitas tambang ilegal. Kami meminta Kejati Jabar untuk menindaklanjuti informasi ini,” tegas Jutek.
Desakan Penindakan dengan UU Tipikor
Tim Hukum Jabar Istimewa menilai bahwa penerapan UU Minerba dan UU Lingkungan Hidup yang selama ini digunakan untuk menangani kasus tambang ilegal belum cukup memberikan efek jera. Oleh karena itu, mereka mendesak Kejati Jabar untuk memproses kasus ini dengan UU Tipikor agar pelaku tambang ilegal tidak hanya dihukum pidana, tetapi juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara.
“Selama ini negara telah dirugikan dalam jumlah besar akibat tambang ilegal yang tidak pernah menyetor pajak atau royalti. Jika kasus ini diproses menggunakan UU Tipikor, maka kerugian tersebut bisa dikejar dan dikembalikan ke negara,” tambahnya.
Tim Hukum Jabar Istimewa juga memastikan akan mengawal jalannya proses hukum hingga ada tindakan tegas terhadap tambang ilegal di Jawa Barat.
Penegakan Hukum Jadi Ujian bagi Kejati Jabar
Kasus tambang ilegal di Jawa Barat bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga ujian bagi integritas dan ketegasan penegak hukum. Jika Kejati Jabar tidak segera bertindak, dikhawatirkan praktik tambang ilegal akan terus berlangsung, merusak lingkungan, dan semakin menggerus pendapatan negara.
Dengan desakan kuat dari para advokat serta potensi kerugian negara yang sangat besar, kini bola panas ada di tangan Kejati Jabar. Akankah aparat penegak hukum bertindak tegas?
SOMASI
Selain itu, tim hukum Jabar Istimewa ini melayangkan somasi terbuka ke Andi L Hakim alias Andi Gondrong yang memimpin orasi unjuk rasa menentang tambang ilegal ditutup pada 24 Januari 2025 di Gerbang DPRD Subang. Mereka menilai Andi ini ada prinsip melanggar hukum.
“Pertama, dia dalam orasinya meminta dan menuntut DPRD dan aparat hukum untuk membuka tambang galian ilegal yang sudah ditutup. Menurut kami, itu melanggar hukum, karena jelas tambang ilegal tak boleh beroperasi serta merugikan masyarakat umum,” katanya.
Tim hukum Jabar Istimewa meminta Andi untuk memohon maaf ke masyarakat Jabar khususnya Subang. Tak hanya itu, Andi pun dalam orasinya mengatasnamakan pengusaha dan sopir truk. Padahal, kata Jutek, dia bukan pengusaha dan sopir truk melainkan diduga bagian ormas tertentu.
“Dia juga menyatakan ada di antara sopir yang unjuk rasa selama 18 hari kelaparan tak makan. Jelas, ini berita bohong dan berbau tak benar (hoax). Dalam orasinya juga, dia menghasut atau mengajak serta menjelekkan tokoh tertentu. Dan, menurut kami itu tak pantas serta melanggar hukum. Kami berikan waktu 1×24 jam kepadanya untuk segera meminta maaf ke masyarakat Jabar khususnya Subang, jika tidak maka kami akan laporkannya ke polisi,” kata Jutek.***