Bewarajabar.com – Pernyataan anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan yang mengkritik Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) karena menggunakan Bahasa Sunda menjadi kontroversial.
Seperti diketahui, saat itu Arteria Dahlan sedang dalam rapat kerja Komisi III DPR RI bersama Jaksa Agung. Kader PDIP tersebut meminta jaksa agung agar mencopot kejati tersebut lantaran menggunakan Bahasa Sunda dalam rapat.
Arteria menganggap pernyataan dalam Bahasa Sunda itu bisa menimbulkan kecurigaan hingga ketakutan bagi peserta rapat yang tak paham dengan bahasa tersebut.
Pernyataan Arteria itupun menjadi kontroversi dan ditanggapi beberapa tokoh penting masyarakat Sunda, salah satunya, Dedi Mulyadi. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI tersebut menilai bahwa pernyataan Arteria Dahlan terlalu berlebihan.
Dedi menyatakan bahwa penggunaan Bahasa Sunda atau bahasa asing lainnya wajar saja digunakan saat menggelar diskusi.
“Wajar saja dilakukan selama yang diajak rapat, yang diajak diskusi, mengerti bahasa daerah yang digunakan sebagai media dialog pada waktu itu,” ujar Dedi Mulyadi dalam keterangannya, Selasa 18 Januari 2022 dikutip dari Kompas.com.
Pria yang akrab disapa Kang Dedi ini pun menceritakan soal pengalamannya saat menjabat sebagai bupati di Purwakarta. Ia mengaku kerap menggunakan Bahasa Sunda sebagai media komunikasi dengan masyarakat ataupun dalam rapat pejabat.
Bahkan, dalam satu hari diadakan pengkhususan kepada seluruh warga hingga pejabat yang diharuskan menggunakan bahasa, pakaian, hingga menyediakan makanan khas Sunda.
Selain itu, Kang Dedi juga menyoroti beberapa pejabat yang ada di Jawa Tengah (Jateng) yang juga kerap berbahasa Jawa dalam kegiatan sehari-hari. Menurutnya, hal tersebut sangat wajar terjadi sebagai gambaran keberagaman Indonesia.
“Saya lihat di Jawa Tengah bupati, wali kota, gubernur sering juga menggunakan bahasa Jawa dalam kegiatan kesehariannya. Ini adalah bagian dari kita menjaga dialektika bahasa sebagai keragaman Indonesia,” ujarnya.
Tak hanya itu, Kang Dedi juga mengaku kerap menggunakan beberapa kata dalam Bahasa Sunda saat memimpin rapat sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.
“Justru itu malah membuat suasana rapat rileks tidak tegang. Sehingga apa yang ada di pikiran kita, gagasan kita bisa tercurahkan. Dan lama-lama anggota yang rapat sedikit banyak mendapat kosakata baru bahasa Sunda yang dimengerti,” kata Kang Dedi.
Maka dari itu, ia berpendapat bahwa hal tersebut tak akan menjadi masalah besar selama bisa dipahami oleh peserta rapat atau acara yang dipimpinnya.
Dedi justru merasa heran dengan kata asing yang kerap digunakan dalam rapat atau kegiatan sehari-hari yang belum tentu dimengerti oleh lawan bicaranya.
“Kita tidak pernah berpikir apakah istilah asing itu dimengerti atau tidak oleh peserta rapat atau diskusi itu,” ucapnya.
Terakhir, Kang Dedi pun mengajak semua pihak agar tetap menjaha keberagaman dan kebhinekaan demi persatuan dan kesatuan Indonesia. Menurutnya, berbahasa daerah bukan berarti tidak nasionalis karena nasionalisme itu dibangun dari kekuatan daerah-daerah tersebut.
“Jadi kalau Kajati terima suap saya setuju untuk dipecat, tapi kalau pimpin rapat pakai bahasa Sunda apa salahnya?,” ungkap Dedi.
Sumber: kompas.com