Jakarta, Bewarajabar.com — Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A. dan Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A merupakan dua orang mantan wakil rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang baru baru ini diberhentikan dari jabatannya selaku wakil rektor oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. Hj. Amany Lubis MA, melakukan upaya banding administratif ke kementerian agama selaku kementerian tempat di mana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bernaung.
Upaya banding administratif tersebut diajukan melalui melalui kuasa Hukum Mujahid A Latief., S.H, M.H, yang mengaku telah mendatangi Kementerian Agama untuk menyerahkan “banding administratif” (upaya administratif) atas pemberhentian keduanya dari posisi sebagai Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut Mujahid Upaya administratif ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan hukum yang diatur dalam Pasal Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara jo. Pasal 76 Undang-Undang No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
“Kami sudah mendatangi kementerian agama mengajukan banding adminitratif atas klien kami, yaitu Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A. dan Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A, di mana kedua orang tersebut telah diberhentikan dari jabatannya selaku wakil rektor UIN Syarif Hidayatullah. Ini adalah upaya perlawanan hukum sebagaimana yang telah diatur dalam UU No 5 tahun 2014 Tentang ASN Jo. Pasal 76 UU No. 30 tahun 2014 tentang administrasi”, jelas Mujahid melalui pesan surel pada hari jumat 12 Maret 2021.
Lebih lanjut Mujahid mengungkapkan, tindakan Prof. Dr. Hj. Amany Lubis MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah yang memberhentikan kliennya dari jabatannya tidak jernih berdasarkan hukum, tetapi patut diduga dilandasi alasan politik mengingat kliennya akan dijadikan saksi atas perkara dugaan pemalsuan data yang dilakukan oleh salah seorang guru besar UIN yang dilaporkan Sultan Rivandi koordinator UIN Watch kepada pihak kepolisian.
“Dalam surat keputusan pemberhentian kliennya (Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 168 Tahun 2021 Tertanggal 18 Februari 2021 dan Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 167 Tahun 2021 Tertanggal 18 Februari 2021), disebutkan alasan pemberhentian keduanya yaitu, karena “tidak dapat bekerjasama lagi dalam melaksanakan tugas kedinasan”. Setelah kami lacak dan baca secara seksama ternyata alasan itu tidak kami temukan dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (PMA 17/2014)”, jelas Mujahid.
Menurut Mujahid pemberhentian kliennya oleh rektor UIN Syarif Hidayatullah sama sekali tidak memenuhi salah satu dari 9 sebab seseorang diberhentikan dari jabatannya yang tercantum dalam Pasal 34 PMA 17/2014, dimana pemberhentian seseorang dari jabatannya hanya bisa dilakukan apabila, telah berakhir masa jabatannya, pengunduran diri atas permintaan sendiri, diangkat dalam jabatan lain, melakukan tindakan tercela, sakit jasmani atau rohani terus menerus, dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menjadi terdakwa dan/atau terpidana yang diancam pidana penjara, Kedelapan, cuti di luar tanggungan negara, meninggal dunia.
Mujahid menganggap keputusan pemberhentian keduanya merupakan tindakan sewenang-wenang (Onrechtmatige Overheidsdaad), dan sangat fatal serta merupakan tindakan yang melanggar hukum yang tidak boleh ditoleransi Menteri Agama RI.
Untuk itu Ia meminta Menteri Agama untuk segera memberhentikan Rektor UIN Syarif Hidayatullah dari jabatannya sekaligus mengembalikan (memulihkan) jabatan kliennya sebagai Wakil Rektor. Hal itu demi menyelamatkan citra UIN Syarfi Hidayatullah selaku Universitas Islam terbesar di Indonesia di mata masyarakat Indonesia dan dunia.
“Apa yang dilakukan oleh Rektor UIN ini memberhentikan klien kami sama sekali tidak ada dasar hukumnya di mana klien kami dianggap tidak bisa bekerja sama, padahal dalam dalam Pasal 34 PMA 17/2014, di mana di situ tercantum Sembilan kondisi orang bisa diberhentikan dari jabatannya tidak ada disebutkan tidak bisa bekerja sama. Untuk itu bisa dikatakan rektor UIN ini sewenang wenang dan sangat fatal dalam keputusannya dan ada indikasi pelanggaran hukum. Untuk itu sangat tetap jika menteri agama segera mencopotnya dan segera mengembalikan jabatan 2 wakik rektor yang diberhentikan itu, ini penting demi nama baik UIN Syarif Hidayatullah selaku Universitas Islam terbesar di Indonesia di mata masarakat Indonesia dan dunia,” Ujar Mujahid.
Menutup pernyataannya Mujahid memberi tenggat waktu 10 hari ke depan, apabila KEMENAG tidak menjalankan wewenangnya maka ia berjanji akan menempuh proses hukum yang lebih tinggi sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.