Bandung, Bewarajabar.com – Kasus dugaan penggelapan uang senilai Rp 100 miliar yang menyeret MT menjadi terdakwa memiliki dua sisi hukum yang berbeda, yakni Perdata dan Pidana. AMenurut kuasa hukum perkara Perdata , DR. Jogi Nainggolan, S.H., M.H, mengatakan kliennya MT dkk telah mengajukan gugatan perdata pada 01 Juli 2024 dan telah mendaftarkan Gugatan dengan Register Perkara Nomor : 267/Pdt.G/2024/PN Bdg, di Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus via e-court.
Kemudian menghasilkan Putusan di tanggal 26 Maret 2025, dimana dalam pertimbangan putusan itu majelis hakim memutus perkara tersebut telah mengabaikan sejumlah bukti surat dan saksi yang diajukan, baik oleh Para Penggugat maupun Tergugat dalam persidangan.
Sementara saksi yang dimaksud adalah Yuliani berprofesi sebagai Bagian Keuangan di perusahaan milik Tergugat yaitu PT Sinar Runnerindo. Dalam persidangan saksi yang diajukan Tergugat menerangkan bahwa dana yang tertarik dari rekening Penggugat sebesar Rp 1.357.132.721.248,- Sedangkan Tergugat menyetorkan dana ke rekening Penggugat sebesar Rp 1.345.340.584.030 sehingga terdapat selisih sebesar Rp 11.392.137.218.
Pengakuan Saksi Yuliani di Persidangan
“Hal ini menunjukan adanya kelebihan dana yang ditarik oleh Tergugat dari rekening Penggugat, sekalipun berbeda dengan hitungan para Penggugat yang telah direkap sebesar Rp 36.499.772.050,” kata Jogi Nainggolan.
Namun, tandasnya, dalam pertimbangan putusan pada hal 83 paragraf 2, tertulis, Menimbang bahwa apabila ketentuan diatas dihubungkan dengan fakta-fakta yang terbukti di persidangan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan kedua belah pihak seperti telah diuraikan di atas.
Terbukti bahwa dalam hubungan antara Para Penggugat dengan Tergugat ternyata uang Para Penggugat yang terdapat dalam cek dan giro yang dibayarkan oleh Para Penggugat kepada Tergugat dalam kurun waktu dari tahun 2015 sampai tahun 2021 terbukti tidak melebihi jumlah uang yang sudah dikirimkan oleh Tergugat kepada Para Penggugat.
“Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terhadap Tergugat tidak terbukti menguasai secara tidak sah uang milik Para Penggugat sejumlah Rp. 36.449.772.050,” tandas Jogi Nainggolan.
Dijelaskannya, pertimbangan dalam putusan tersebut di atas nyata-nyata tidak sesuai dengan fakta dalam persidangan. Selain itu alat bukti surat dan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Penggugat sama sekali tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim yang sebenarnya telah membuktikan adanya kelebihan penarikan uang milik Penggugat, yang dilakukan pihak Tergugat,
“Yaitu sebagaimana bukti P-1 sampai dengan P-9, bahwasanya dari Tahun 2015 hingga 2022, uang yang ditransfer oleh Tergugat ke rekening Penggugat sebesar Rp. 1.338.802.096.150. Sedangkan uang yang diambil kembali oleh Tergugat dari rekening Penggugat sebesar Rp. 1.375.301.868.210,” tandasnya.
Sehingga Tergugat telah melakukan penarikan uang dari rekening Penggugat sebesar Rp 36.499.772.050. Selain itu, pada bagian keterangan saksi Yuliani di halaman 76 point 30, tertulis bahwa benar selisih hitungan utang yang belum dibayar oleh Penggugat kepada Tergugat sebesar Rp 6.938.487.870.
Putusan Hakim Abaikan Fakta Fakta di Persidangan
Akan tetapi, fakta persidangan menunjukkan hal yang sebaliknya, justru saksi Yuliani menerangkan bahwasanya Penggugat telah melakukan kelebihan transfer kepada pihak Tergugat sebesar Rp 6.938.487.870.
“Nilai ini didapat setelah Majelis Hakim sendiri yang menanyakan berapa jumlah yang ditransfer ke rekening Penggugat dan dijawab Saksi Yuliani sebesar Rp. 1.345.740.584.030. Sedangkan yang ditarik Tergugat dari rekening Penggugat sebesar Rp 1.357.132.721.248,” jelasnya lagi.
Ditambahkannya, secara langsung saksi Yuliani melakukan penghitungan di hadapan majelis hakim dalam persidangan, dan hasilnya adalah sebesar Rp. 11.392.137.218, sebagaimana rekaman persidangan pada menit 80:03 dan 80:33.
“Pada pokoknya, saksi Yuliani menyatakan bahwasanya Penggugat telah melakukan kelebihan transfer kepada pihak Tergugat. Selanjutnya, pada bagian keterangan saksi Yuliani, halaman 74, point 7, tertulis bahwa berdasarkan rekapan cek dan giro yang sudah dikeluarkan oleh Penggugat, uang yang sudah dibayarkan oleh Penggugat kepada Tergugat sebesar Rp. 1.357.132.721.248.
Akan tetapi beberapa cek yang digunakan untuk membayar hutang oleh Penggugat tersebut ternyata cek kosong. Dan pada point 15, tertulis “Bahwa jumlah uang yang sudah ditransfer oleh Penggugat kepada Tergugat sebesar Rp 1.357.000.000,00.
Tetapi jumlah tersebut tidak riil, tetapi berdasarkan rekapan cek dan giro yang mana diantara cek dan giro dari Penggugat tersebut mengalami penolakan pencariannya oleh pihak Bank (tanpa dibuktikan dalam sidang pengadilan).
“Faktanya, dalam persidangan saksi Yuliani sama sekali tidak pernah memberikan keterangan yang demikian, melainkan keterangan yang diberikan berdasarkan data perhitungan yang dilakukan, uang yang dipinjamkan oleh Tergugat kepada para Penggugat sebesar Rp 1.345.740.584.030, dan uang yang telah dikembalikan para Penggugat kepada Tergugat sebesar Rp. 1.357.132.721.248.
“Penjelasan ini dapat didengarkan dalam rekaman persidangan pada menit 62:20 dan 75:12. Ini seharusnya majelis hakim dengan sangat mudah bisa mempertimbangkan dalam putusannya,” tandas Jogi.
Akan tetapi apa yang terjadi, tambahnya, dalam pertimbangan majelis hakim telah mengabaikan semua alat bukti yang diajukan Penggugat. Bahkan yang lebih mengherankan lagi keterangan yang telah disampaikan saksi Yuliani dari pihak Tergugat bahwa adanya kelebihan dana yang telah ditarik oleh Tergugat dari rekening Penggugat justru diabaikan.
“Padahal majelis hakim-lah yang meminta sendiri kepada saksi Yuliani untuk menghitung kelebihan tersebut didalam ruangan persidangan,” tandas Jogi Nainggolan.
Disebutkannya, yang lebih mengherankan lagi sudah secara tegas dalam gugatan maupun petitum bahwa klien kami telah dirugikan sebesar Rp 36.499.772.050. Akan tetapi majelis hakim justeru sebaliknya tanpa mempertimbangkan semua argumentasi hukum yang telah disampaikan dalam gugatan dan replik dan kesimpulan Penggugat.
Bahkan majelis hakim tidak mempertimbangkan bukti-bukti sebagaimana semua bukti yang memiliki relevansi bahkan didukung oleh keterangan saksi-saksi didalam persidangan. Bahwa total transaksi yang terjadi sejak tahun 2015 sampai tahun 2022 terdapat kelebihan dana sebesar Rp 36.499.772.050.
Akan Laporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI
Justru majelis hakim mempertimbangkan hal lain yang tidak didukung fakta dalam persidangan, yaitu klien kami masih memiliki sisa hutang sebesar Rp 54.220.462.741, yang secara eksplisit bahwa angka tersebut tidak dapat diuraikan dari mana sumbernya.
“Kami sangat kecewa dengan cara Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang merugikan klien kami ini, yang seharusnya Majelis Hakim harus bertindak jujur, adil dan menjunjung tinggi supremasi hukum. Namun yang terjadi adalah membalikkan semua fakta yang tidak didukung oleh fakta otentik,”ucap Jogi Nainggolan.
Diakui kuasa hukum Penggugat telah mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Bandung. Selain atas permasalahan putusan yang sangat tidak adil dan jujur majelis hakim di Pengadilan Negeri Bandung.
Dari informasi yang diperoleh, pihak Penggugat dan Keluarga akan melaporkan majelis hakim yang memutus perkara perdata tersebut kepada Komisi Yudisial RI, Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Bandung.
Kuasa hukum Penggugat, Jogi Nainggolan memohon kepada Komisi Yudisial RI, Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Bandung untuk dapat segera memeriksa majelis hakim yang memutus perkara perdata tersebut agar Keadilan dan kepastian hukum benar-benar bisa ditegakkan.***