Kab. Bandung, BewaraJabar — Satuan Tugas Citarum Harum melakukan susur sungai guna memastikan kondisi Sungai Citarum terkini, Rabu (15/12/2021). Susur sungai dimulai dari Jembatan Cilampeni atau kawasan Sektor 7 dan berakhir di Terowongan Nanjung kawasan Sektor 8 sepanjang 8,4 km dalam waktu kurang lebih satu jam perjalanan.
Hadir Ketua Harian Satgas Citarum Mayjen (purn) Dedi Kusnadi Thamim, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat dan Kabupaten Bandung, Komandan Sektor 7 Kolonel Infanteri Jefson Marisano, Komandan Sektor 8 Kolonel Kavaleri Susanto Dwi Asmara, BBWS Citarum, pelaku industri melalui perwakilan PT Gistex, komunitas arung jeram, dan patroli sungai menggunakan empat unit perahu karet di antaranya katamaran.
Dedi mengatakan, susur sungai tersebut merupakan upaya kolaborasi pentaheliks guna mengevaluasi kondisi Sungai Citarum terkini. Pihaknya bersama-sama memantau kondisi sungai guna mencatat ketercapaian dan kekurangan yang harus diperbaiki.
“Dari yang saya lihat sebelum adanya Perpres 15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum, kondisi Citarum begitu kotor awalnya. Alhamdulillah saat ini sudah ada perubahan. Di antaranya di sepanjang bantaran sungai yang semula kumuh, banyak gubug (bangunan liar) sekarang sudah tertata,” ujar Dedi usai susur sungai.
Selain tertata, bantaran sungai yang diberikan kelonggaran oleh pemerintah untuk ditanami ternyata sudah termanfaatkan dengan baik. Banyak bantaran yang ditanami jagung misalnya dan juga menjadi taman.
“Ada kelongggaran dari pemerintah untuk meningkatkan tingkat pendapatan, masyarakat diberi kesempatan untuk berkebun di bantaran jadi pemerintah itu tidak kaku. Silakan gunakan selama tidak mengganggu ekosistem, termasuk tidak mengganggu saluran air dipersilakan,” kata Dedi.
Menurut Dedi, aktivitas di bantaran semua ada kendali dari sektor yang berwenang. Dedi pun mengatakan, sudah tidak ada lagi saluran pembuangan langsung dari rumah tangga ke sungai.
Di sisi lain, Dedi mengakui masih ada tumpukan sampah yang belum terkelola dengan baik di beberapa titik di sepanjang 8,4 km tersebut. Pihaknya langsung mengoordinasikan dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung sebagai instansi yang berwenang untuk segera mengatasi tumpukan sampah di bantaran. Terlebih pada saat musim hujan seperti saat ini, sampah di bantaran berpotensi terbawa aliran sungai.
“Ke depan saya dari satgas harus menyempurnakan, harus memperbaiki, terus mengontrol tentang pengendalian sampah ini. Dan tumpukan sampah ini adalah bagian tugas DLH kabupaten/kota yang terlewati sungai, dan mereka yang akan membenahi. Sudah ada program penanganan sampah dari pemerintah agar lebih baik,” ucapnya.
Tak hanya itu, Dedi pun kembali menyaksikan operasional Terowongan Nanjung yang menjadi salah satu infrastruktur yang berpengaruh pada pengurangan banjir di kawasan Bandung Selatan.
“Terowongan Nanjung ini sangat signifikan membawa perubahan dalam pengendalian banjir di mana banjir di Dayeuhkolot misalnya biasanya bertahan sampai berhari-hari sekarang berkurang. Ini adalah berkat pekerjaan BBWS Citarum,” ucapnya.
Kepala Seksi Pembinaan Dinas Lingkungan Hidup Jabar Edi Mulyana mengatakan, susur sungai tersebut merupakan bagian dari evaluasi pembinaan industri yang selama ini mereka lakukan bersama pemerintah pusat dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan atau Proper maupun Properda.
“Kami menjalankan program pembinaan penegakan hukum khusus industri yang ada di bantaran Sungai Citarum. Kita sudah menargetkan tiap tahun itu ada 300 industri kita bina. Jadi kita ikuti menurut prosedur dokumen lingkungan guna mengingatkan pelaku industri agar turut menjaga lingkungan,” tuturnya.
Edi mencontohkan, seperti PT Gistex yang saat itu terlibat susur sungai, mereka mengikuti Proper dari pemerintah pusat dan juga Properda dari DLH Jabar.
“Untuk penegakan hukum ada sidak sesekali kita datang ke bantaran sungai termasuk menindaklanjuti pengaduan. Sidak dilakukan bersama dengan pihak kabupaten kota,” ujarnya.
Untuk diketahui, Sungai Citarum terbentang 297 Km dari Situ Cisanti Kabupaten Bandung hingga Muara Gembong Kabupaten Bekasi, Citarum melintasi 13 Kabupaten/Kota di Jawa Barat dengan total jumlah penduduk sebanyak 18 juta jiwa.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), sebagai upaya percepatan pemulihan Citarum.
Berdasarkan Peraturan Presiden tersebut disusunlah Dokumen Rencana Aksi Penanganan DAS Citarum 2019-2025. Dalam dokumen tersebut tersurat 12 program strategis penanganan Citarum yaitu penanganan lahan kritis, penanganan limbah industri, penanganan limbah peternakan, penanganan air limbah domestik, pengelolaan sampah, pengendalian pemanfaatan ruang, pengelolaan sumber daya air dan pariwisata, penanganan keramba jaring apung, penegakan hukum, edukasi dan pemberdayaan masyarakat, pengelolaan data, informasi, dan hubungan masyarakat serta riset dan pengembangan.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia COP26 yang digelar di Venue Indonesia Pavilion at COP 26 – UNFCCC, Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021), Komandan Satuan Tugas Citarum Ridwan Kamil memaparkan keberhasilan pemulihan Sungai Citarum yang akan menginjak tahun keempat.
Pemulihan Citarum penting diketahui dunia bukan hanya karena statusnya sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat. Citarum yang memiliki panjang 270 kilometer itu telah turun temurun menjadi sumber kehidupan bagi 18 juta warga di 13 kabupaten/kota yang dilintasi DAS. Sungai ini juga vital bagi kemakmuran 682.227 hektare lahan di 1.454 desa.
Pada pengukuran kualitas air 2018 menunjukkan Citarum dalam kondisi cemar berat setara Indeks Kualitas Air (IKA) 33,43 poin. Namun angkanya terus membaik sejak 2020-2021 dan masuk kategori cemar ringan dengan IKA 55 poin.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengungkapkan, target awal sebetulnya kualitas air Citarum cemar sedang tapi kini bisa menjadi cemar ringan. Mutu air Citarum juga sudah masuk dalam kelas dua, di mana memungkinkan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, mengairi tanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama.
Selain itu ada 26.231,24 hektare lahan kritis di sepanjang aliran DAS Citarum yang telah dihijaukan. Angka ini di atas dari target 2021 yang hanya 15.516,99 hektare. Target 2025 ada 80.174,99 lahan dihijaukan. Kemudian pengelolaan sampah juga sudah mencapai 2.700 ton per hari.
Kemudian penanganan keramba jaring apung sudah melebihi target yakni dari 28.234 unit namun bisa mencapai 33.868 unit.
Untuk pengelolaan sumber daya air dan pariwisata, luas volume dan genangan air yang sudah dibereskan mencapai 90 persen dari target 70 persen. Dari sisi penegakan hukum, ada 131 kasus pengaduan. Dari jumlah tersebut 15 di antaranya sudah diputus pengadilan pidana dan sanksi administrasi ada 70 kasus.
Dalam penanganan dan perbaikan DAS Citarum ini satgas menggunakan prinsip yang sama seperti penanganan COVID-19 yakni teori pentaheliks: akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintahan, dan media. Dengan adanya program Citarum Harum, penanganan Sungai Citarum menurutnya berjalan lebih optimal.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar Prima Mayaningtyas mengatakan Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) angka pencemaran industri menunjukkan penurunan signifikan tahun 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “COD tahun ini jauh menurun, nilainya sudah tidak jauh berbeda dari standar baku mutu,” ucapnya.
Hal serupa juga terjadi di level pencemaran yang dihasilkan limbah domestik atau Biological Oxygen Demand (BOD) menunjukkan angka pencemaran industri menurun sejak 2020 lalu.
DLH Jabar juga mencatat adanya penurunan pencemaran Sungai Citarum dari limbah domestik dari 2019 ke 2020. Selain itu, tingkat erosi juga mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun lalu hal ini terukur dalam Total Suspended Solid (TSS).
Dalam dua tahun terakhir, kontribusi sampah yang masuk ke Sungai Citarum berkurang banyak sampai 42 persen dibanding dengan sebelum program Citarum Harum bergulir.
Satgas Citarum menargetkan Citarum memiliki mutu air kelas II setara dengan nilai IKA sebesar 60 poin yang ditargetkan tercapai pada akhir periode perencanaan pada tahun 2025.