Bewarajabar.com – Pandemi COVID-19 belum lagi usai. Namun, banyak pihak optimis tahun 2022 pandemi akan selesai dan berubah menjadi endemi.
Optimisme muncul karena COVID-19 subvarian Omicron dikatakan tidak menimbulkan gejala berat sebagaimana varian-varian pendahulunya.
Optimisme ini juga disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, “Pasca pandemi kita akan fokus lagi membangun jembatan, pengaspalan, membangun gedung pesantren dan infrastruktur lainnya yang selama dua tahun ini tertahan.”
Perlu diingat, meski COVID-19 subvarian Omicron dinyatakan tidak menimbulkan gejala berat, namun memiliki kemampuan menular lebih cepat, sehingga tetap harus diwaspadai.
Dalam hal ini, ada indikasi bahwa pemangku kebijakan lebih mendahulukan aspek ekonomi dan pembangunan insfrastruktur dibanding dengan keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Padahal kita tidak bisa menutup mata, keberadaan COVID-19 masih merupakan ancaman. Sehingga seharusnya tetap menjadi fokus utama untuk diselesaikan.
Jangan sampai terjadi, sebagaimana pada awal pandemi, pemangku kebijakan menyepelekan COVID-19, yang berefek kepada menyebarnya virus dengan cepat, yang akhirnya mempengaruhi seluruh sendi kehidupan.
Tentu kita ingat sebuah pepatah, dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Jika masalah kesehatan termasuk terkait pandemi COVID-19 ini belum selesai, “tubuh” masyarakat belum kuat, sehingga akan berefek kepada berbagai macam aspek kehidupan yang lain.
Sebagai pemisalan, penulis memiliki anak yang masih sekolah. Sudah dua kali dalam semester ini, pembelajaran tidak efektif dilakukan secara tatap muka. Ketika terjadi salah seorang terjangkit virus COVID-19 baik dari kalangan siswa maupun guru, mau tidak mau daringpun kembali dilakukan.
Seharusnya, berbagai upaya dilakukan agar pandemi segera hilang di permukaan. Dan masyarakat pun akan sehat sebagai jalan menjadi kuat.
Namun, kehidupan kapitalistik seringkali menjadikan untung rugi secara finansial dijadikan sebagai pertimbangan utama. Adapun masalah kesehatan masyarakat, malah dinomorduakan. Segala sesuatu seringkali dipandang secara ekonomis.
Di sisi lain, seringkali ditemukan, pembangunan infrastruktur yang dilakukan, seolah nampak lebih ditujukan untuk kepentingan para pengusaha, dibandingkan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Padahal, jika urusan kesehatan tidak diselesaikan, justru permasalahan menjalar ke mana-mana, yang mengakibatkan ekonomi pun kalang kabut.
Jika menilik kepada Islam, keselamatan jiwa manusia merupakan hal yang pokok. Bahkan, perkara ini menjadi bagian dari maqasid syariat( tujuan diturunkannya syariat Islam), yaitu hifzunnafs (menjaga jiwa).
Adapun sarana prasarana kesehatan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang harus dipenuhi negara secara berkualitas tanpa pandang bulu.
Sehingga, penyelesaian penyakit menular akan menjadi perhatian. Islam memberi solusi, menyelesaikan penyakit menular adalah dengan isolasi. sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Upaya ini merupakan tanggung jawab negara. Langkah test, tracing, treatment(3T) akan terus dilakukan, selama masih beredar virus di tengah masyarakat.
Dengan tetap melakukan 3T, mereka yang sakit akan diperlakukan khusus, dirawat hingga sembuh. Adapun wilayah yang masih terdapat penyakit, akan diisolasi, orang yang berada di dalam tidak boleh keluar, dan dari luar tidak boleh masuk, hingga kondisi tidak ditemukan lagi penyakit menular yang berbahaya.
Adapun mereka yang sehat, dan wilayah tidak terdapat virus, dapat tetap melanjutkan aktifitas mereka secara normal.
Semua ini merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga jiwa masyarakat. Inilah solusi yang diberikan Islam, yang telah terbukti mampu menyelesaikan masalah penyakit menular, sehingga tidak berkepanjangan.
Oleh karena itu, pemimpin masyarakat sebagai pemilik kewenangan, selayaknya mengingat pesan Nabi SAW berikut ini:
“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengelola urusan masyarakat) , dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengelolaannya”.
Siti Susanti, S.Pd,. – Pengelola Majlis Zikir As-Sakinah