Bandung, bewarajabar.com — Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khatolik Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menilai trio kepemimpinan Kota Bandung saat ini, yakni antara wali kota, wakilnya beserta sekretaris daerah sudah berada dalam komposisi paling baik. Sinergisitas ketiganya memiliki porsi yang pas untuk kebutuhan Kota Bandung.
“Mereka pada trek yang benar dan dibutuhkan oleh masyarakat, oleh pemerintahan dan dewan (DPRD Kota Bandung). Selama ini komunikasinya bagus jaadi tidak susah. Sebenarnya kalau ada apa-apa ini memang gampang,” ucap Asep, Senin, 28 September 2020.
Asep memaparkan, kekompakan antara kepala daerah (wali kota dan wakilnya) sebagai pejabat politis bersama Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai aparat pemerintahan menjadi sangat penting. Terlebih dalam situasi kekinian yang tengah berjuang melawan Covid-19. Setiap pemerintahan di Indonesia fokus untuk menanganinya.
“Kalau boleh saya menilai secara objektif ini tiga serangkai yang kompak, tidak banyak gesekan apalagi konflik. Itu penting, dan memang lagi-lagi problemnya di 2020 ini banyak tersendat karena Mang Oded dan Pak Ema Sumarna (Sekda Kota Bandung) sedang konsentrasi ke Gugus Tugas mengurus kesehatan, ekonomi, pendidikan dan juga kondisi masysrakat,” jelasnya.
Selain masalah sinergitas, sambung Asep, kinerja Pemerintahan juga dapat ditinjaau dari etika yang dipakai oleh para pejabatnya. Dia melihat baik Ema maupun Oded M. Danial sama-sama menunjukan kinerja dan tetap menjunjung norma sangat baik ketika menjalankan pemerintahan.
“Pak Ema secara teknis birokrasi bagus. Dia menghargai arahan Wali Kota. Ini yang sangat bagus. Dia tahu apa yang dilakukan. Kalau ada kebijakan, dia selalu meminta arahan dari Wali Kota, dan setelah itu baru dia memberikan pilihan alternatif,” ungkap Asep.
Asep mengungkapkan, sebetulnya dari sisi program yang dijalankan saat ini Oded sudah sangat baik. Hanya saja, dia tak menampik apabila karakter Oded yang kurang komunikatif kepada khalayak ramai menjadi dipertanyakan lantaran kinerjanya ikut tidak terekspose.
Sebab, urai Asep, saat ini eksistensi kepala daerah di beragam kanal informasi baik berbasis digital maupun konvensional menjadi unsur penting dalam menyampaikan capaian kinerjanya. Sehingga, walaupun Oded sudah menjalankan roda pemerintahan dengan baik tetap dinilai kurang memuaskan lantaran jarang tampil.
“Jadi yang dipertanyakan publik bagaimana komunikasi yang menjadi sarana mereka berdialog, mendiskusikan sesuatu dan meningkatkan partisipasi. Oded terlalu introvert, melihat ke dalam. Padahal kita perlu yang tampil keluar juga. Baik itu menggunakan kanal medsos, berbagai forum ataupun di media massa,” terangnya.
Padahal, Asep menilai sebetulnya banyak keberhasilan Oded yang sangat menonjol. Di samping ratusan penghargaan dan beragam solusi penuntasan masalah, capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ini juga menjadi sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Kalau dari segi program itu jalan, penghargaan ‘murudul’ banyak diterima, tapi itu aja karena Oded kurang ekepresif bersama masyarakat. Oded kurang eksepresif untuk menampilkan diri sebagai pemimpin Kota Bandung. Humas sudah mencoba menjembatani ini, tapi yang diminta itu Oded secara laangsung,” tegasnya.
Asep mengungkapkan, kinerja Oded di tahun pertama sudah mampu menjalankan sesuai dengan program yang direncanakan. Namun, pandemi Covid-19 di awal tahun kedua masa jabatnnya jelas sangat menjadi penghambat program pembangunan.
Menurut Asep, kondisi stagnan ini tidak hanya terjadi di Kota Bandung, namun di semua daerah ataupun kota besar lainnya. Justru, dia melihat Kota Bandung sudah sangat sigap dalam penanganan Covid-19.
“Dalam setahun pertama memang sudah ada rencana yang baik program yang bisa dijalankan, sudah on the track baik sesuai RPJMD maupun RKP. Bagaimana penganggaran, siapa yang mengerjakan dan bagaimana dikerjakannya. Menginjak tahun kedua sudah ada Covid-19, jadi kalau melihat program memang tidak bisa optimal,” paparnya.
Asep menambahkan, refocusing anggaran ini menjadi langkah baik dari pemerintah kota untuk segera mengalihkan perhatian pada penanganan Covid-19. Namun, sebagai konsekuensisnya maka tidak bisa berbuat banyak pada program pembanguanan.
“Semua anggaran itu ditarik gugus tugas, tapi hanya diposkan sedikit untuk yang memang rutin dirasakan. Jadi tidak ada improvisasi dari sebuah kegiatan. Jadi memang gitu-gitu saja nyaris tidak ada gebrakan, karena sejak 6 bulan lalu itu berhenti. Kalau tidak ada Covid-19, kayanya sudah jalan,” katanya.*