BANDUNG, BEWARAJABAR.COM – Mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto (BTO) yang menjadi tersangka suap proyek perizinan Meikarta mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan yang di ajukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, karena klainnya Bartholomeus Toto, diyakini tidak bersalah dan tidak pernah melakukan penyuapan terhadap mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah sebesar Rp. 10,5 Miliar sebagaimana yang dituduhkannya.
Berdasarkan berkas surat pengajuan praperadilan yang diterima kuasa hukum Bartholomeus Toto, Supriyadi, berkas gugatan diterima Panitera PN Jaksel pada 27 November 2019 dengan nomor perkara 151/Pid.Pra/2019/PN Jaksel. “Gugatan pra peradilannya sudah kami ajukan ke PN Jakarta Selatan. Sudah diterima Panitera. Tapi untuk sidangnya belum dijadwalkan,” tutur Supriyadi via ponselnya, Rabu (27/11/2019).
Praperadilan diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan bisa diajukan oleh tersangka. Praperadilan adalah untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, penahanan, penggeledahan hingga penyitaan serta sah atau tidak nya SP3.
Dikatakan, Supriyadi, praperadilan diajukan karena pihaknya merasa ada hal yang mengganjal dalam penetapan kliennya sebagai tersangka. Termasuk saat KPK melakukan penahanan. “Kami mengajukan praperadilan karena penetapan tersangka hanya berdasarkan satu alat bukti,” tegas Supriyadi.
Penetapan Bartholomeus Toto sebagai tersangka bermula dari pernyataan Kepala Divisi Land and Ackuisition PT Lippo Group, Edi Dwi Soesianto, pada persidangan beberapa waktu lalu. Saat itu Edi menyebut Bartholomeus menerima uang Rp 10,5 miliar dari sekretaris Toto, Melda Peni Lestari.
Pemberian uang itu disebut Edi, sepengetahuan Bartholomeus Toto. Dalam persidangan, Edi bahkan menyampaikan jika penyerahan uang dilakukan di helipad PT Lippo Cikarang. Uang itu kemudian diberikan secara bertahap pada Bupati Bekasi pada Juni, Juli, Agustus, September, November 2017 dan Januari 2018.
“Tapi di persidangan, baik Melda dan Toto membantah telah memberikan uang itu ke Edi Dwi Soesianto. Artinya, kesaksian pemberian uang Rp 10,5 miliar itu tidak disertai alat bukti pendukung lain,” kata Supriyadi. (*)