Bewarajabar.com – Kondisi ramadan tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya terkait kesejahteraan. Bahkan pandemi membuat kondisi ekonomi tampaknya semakin sulit.
Beberapa mengeluh sulit mendapat pekerjaan, berbisnis, atau berjualan mengalami kelesuan.
Bagi kaum ibu, kondisi ini tentu menambah pemikiran. Bagaimana memenuhi gizi baik untuk keluarga, bahkan mencari sumber-sumber penghasilan tambahan.
Siapa menyangka, Jawa Barat yang kita cintai ini, menyisakan jumlah kemiskinan bahkan kemiskinan ekstrem yang tinggi.
Kemiskinan ekstrem atau kemiskinan absolut, adalah sejenis kemiskinan didefinisikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai “suatu kondisi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primer manusia, termasuk makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi. Kemiskinan ekstrem tidak hanya bergantung pada pendapatan, tetapi ketersediaan jasa juga.” menurut PBB tahun 1995.
Pada tahun 2022 ini, terdapat 17 kabupaten/kota di Jawa Barat yang menjadi Prioritas Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Adapun anggaran APBD Jabar lebih banyak dialokasikan untuk infrastruktur yang tidak penting sebagaimana disebutkan anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono, “Contohnya seperti anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional yang lebih banyak membangun cretive centre, pusat budaya, alun-alun sampai pagar-pagar bangunan. Hampir tidak ada peranannya.” (Galamedia, 7 April 2022)
Ia menyarankan agar Gubernur Jabar Ridwan Kamil fokus menjalankan program bantuan sosial.
Pada kehidupan saat ini, sistem kapitalisme membuat jurang kemiskinan semakin dalam. Adapun mereka yang kaya, seolah semakin kaya.
Dengan privatisasi yang dianut sistem ini, berbagai sarana kehidupan menjadi terasa semakin sulit didapatkan.
Kehidupan seolah ring tinju, yang dibiarkan pertandingan tanpa imbang antara si kaya dan si miskin.
Teori trickle down effect yang dicetuskan Adam Smith, salah seorang tokoh kapitalisme, menjadikan pertumbuhan ekonomi berpusat pada kalangan kaya. Produksi digalakkan, namun konsumsi dan distribusi tidak menjadi fokus perhatian.
Sehingga dalam sistem ini, meskipun kemiskinan ekstrem dapat dihilangkan, namun menyisakan PR kemiskinan yang terus merajalela.
Lalu ditempuhlah solusi tambal sulam, berupa pemberian santunan-santunan.
Menurut penulis, mengatasi kemiskinan harus bermula dari sebab mendasarnya, yaitu penerapan sistem kapitalisme ini, yang tidak akan mampu menyelesaikan masalah kemiskinan secara tuntas.
Kita bisa melihat fakta, bagaimana kondisi negara-negara adidaya penganut sistem kapitalisme ditemukan banyak orang kaya, namun kemiskinan tetap merajalela.
Jika menilik kepada Islam, syariat menetapkan bahwa setiap rakyat berhak mendapatkan kebutuhan pokok mereka secara makruf(layak). Hal ini sebagaimana firmanNya dalam surat Al-Baqarah ayat 133.
Pemenuhan kebutuhan pokok ini adalah dengan menjamin lapangan pekerjaan bagi para ayah agar mampu memenuhi kewajiban mereka kepada keluarga.
Adapun jika ayah berkendala semisal karena sakit, maka kewajiban itu akan ditanggung oleh negara, sehingga keluarga tidak akan terlantar pemenuhan kebutuhan pokoknya, baik sandang, pangan, dan papan.
Adapun kebutuhan masyarakat secara bersama semisal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, akan dipenuhi oleh negara, secara gratis dan berkualitas. Seluruh rakyat, baik miskin atau kaya, akan terpenuhi kebutuhan mereka secara adil.
Hal ini merupakan manifestasi dari pelaksanaan tuntunan syariat, sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Imam adalah pengelola urusan masyarakat. Dan ia akan dimintai pertangung jawaban atas pengelolaannya”.
Penerapan sistem Islam ini pernah terbukti sejak masa Rasulullah ketika di Madinah dan dilanjutkan oleh para khalifah (pengganti) sesudah beliau SAW.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab misalnya, terlihat upaya beliau dalam pemenuhan kebutuhan pokok seluruh masyarakat. Bahkan perkataannya yang masyhur, ” Jika ada satu keledai terperosok karena jalanan buruk, Umar yang akan bertanggung jawab”.
Adapun pada masa khalifah Umar Bin Abdul Aziz, selama tiga tahun berkuasa, tidak ditemukan satu orangpun fakir miskin (yang layak menerima zakat).
Dikisahkan, di masanya, terjadi kesulitan membelanjakan kas baitul mal karena tidak ada lagi yang membutuhkannya. Masya Allah.
Rahasia kesejahteraan pada masa itu, terletak pada penerapan sistem Islam, , dimana ekonomi Islam bukan hanya sekedar zakat, infak, dan sedekah semata, namun pada mekanisme pemasukan kas negara(baitul mal).
Dijelaskan dalam nash syariat, pemasukan baitul mal selain berasal dari zakat, infak, sedekah, juga berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelola oleh negara.
Inilah kekhasan sistem ekonomi Islam, dimana sumber daya alam tidak diserahkan kepada swasta apalagi asing, namun dikelola oleh negara, dan hasilnya dimanfaatkan untuk memenuhi pengelolaan urusan masyarakat.
Melihat sumber daya alam Jawa Barat yang gemah ripah, tampaknya kita perlu melirik kepada sistem Islam, agar kemiskinan dapat dientaskan.
Para ibu pun akan fokus pada peran mereka, mencetak generasi penerus bangsa, tanpa diberikan beban tambahan yang berat, akibat kemiskinan sistemik.
Siti Susanti, S.Pd., Pengelola Majlis Zikir As-sakinah