KAB. BOGOR, bewarajabar.com — Bisnis esek-esek yang belakangan ini meresahkan Pemerintah Kabupaten Bogor akhirnya terbongkar. Fenomena tersebut acap kali terjadi di wilayah Kabupaten Bogor khususnya kawasan Puncak, serta melibatkan sejumlah orang yang memiliki peran mulai muncikari sebagai penghulu bodong, pemilik vila, hingga wanita yang menjadi budak seks bagi para turis asal timur tengah.
Melalui hasil pengembangan dan penelusuran, Satreskrim Polres Bogor berhasil mengamankan empat orang pelaku yang diduga sebagai mucikari.
Keempat pelaku yakni ON dan IM alias Mami E dan R, beserta BS dan K, dibekuk petugas di salah satu villa dikawasan Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor pada Jumat (20/12) pukul 18:00 WIB. Saat diamankan, baik mucikari, pemesan dan wanita, tengah melakukan ijab kobul perkawinan kontrak di salah satu villa di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Dari tangan pelaku, pihak kepolisian juga berhasil mengamankan enam orang wanita penjaja nafsu lelaki hidung belang berinisial H, Y ,W, SN, IA dan MR, yang diamankan petugas di dua villa berbeda disana.
Rencananya, para wanita tersebut sedang ditawarkan kepada salah seorang turis asal Timur Tengah berinisial H. Wanita ini bakal dikontrak H dengan durasi lima hari dengan harga kawin kontrak senilai Rp 7.000.000.
Berdasarkan keterangan pelaku, mereka menjajakan wanita tersebut untuk di kawin kontrak tak sembarang. Mereka hanya memberikannya kepada para pelancong dari Timur Tengah.
Tak bisa dipungkiri, kawasan Puncak Bogor, memang sudah amat terkenal dengan hal seperti ini. Tak tanggung-tanggung, para mucikari juga biasanya membandrol para wanita dengan harga yang cukup fantastis, mulai dari harga 1.000.000 rupiah untuk satu hari. Mereka juga sudah diberikan fasilitas berupa villa, selama masa kontrak berlangsung.
“Kalau untuk harganya, tergantung kesepakatan antaran mucikari dengan pemesan. Setelah terjadi kesepakatan, pemesan langsung melakukan ijab kabul, layakanya orang menikah. Ijab kobul itu disaksikan juga para wanita lainnya yang tidak terpilih. Jadi wanita yang tidak terpilih menjadi saksi, mucikarinya menjadi penghulu. Lalu uang yang Rp 7.000.000 itu dijadikan sebagai mas kawin. Setelah itu sudah mereka katanya resmi menikah kontrak,” ujar Kapolres Bogor AKBP Muhammad Joni.
Kasat Reskrim Polres Bogor Benny Cahyadi menjelaskan, secara umum modus yang biasa dipakai dalam kasus kawin kontrak adalah dengan cara menjadi supir turis tersebut.
Biasanya, setiap turis kerap kali bertanya secara langsung, prihal jasa kawin kontrak ini. Setelah mendengar hal ini biasanya para mucikari langsung menyiapkan sejumlah wanita untuk kemudian disodorkan dan dipilih kepada turis.
“Biasanya para tamu langsung bertanya soal kawin kontrak, karna sudah tahu tujuan turis mucikari ini langsung mencarikannya. Biasanya rata-rata tarifnya berkisar Rp 1.000.000 perhari, tapi itu juga tergantung harga kesepakatannya. Bisa saja lebih tinggi bisa juga lebih rendah dari yang ditawarkan. Lama durasi kontrak juga tergantung dari pemesan, mulai dari tiga, lima satu pekan, satu bulan atau bisa juga empat puluh hari,” bebernya.
Sementara itu, Bupati Bogor Ade Yasin mengakui fenomena ini bukanlah hal baru di Bumi Tegar Beriman. Bahkan kabar serupa juga perna terdengar sejak 2016 lalu. Dirinya juga memprediksi, keempatnya bukanlah pelaku satu-satunya yang mencari keuntungan dengan cara haram seperti ini.
Ade juga mengaku akan terus melakukan pemantauan prihal ini. Pihaknya juga mengaku akan melakukan penertiban di kawasan Puncak kembali dengan program nongol babat.
“Yang pertama kami apresiasi terhadap langkah cepat Polres Bogor terkait kasus ini. Kasus seperti ini mungkin sudah ramai terdengar di 2016 lalu, dan ini mungkin bukan satu-satunya pelaku yang berhasil kita amankan. Dan saya yakin, yang sepert ini bukan hanya empat orang saja, mungkin masih banyak pelaku diluar sana,” paparnya.
Tak hanya itu, Ade juga bakal berkordinasi dengan para kepala desa untuk siap siaga dan melihat lingkungannya, apakah terindikasi prostitusi seperti ini atau tidak. Ia juga akan menggalakkan kembali aturan tamu wajib lapor 24 jam, sebagai salah satu langkah antisipasi awal.
“Intinya kita akan berkoordinasi dengan pihak wilayah dan pihak terkait, untuk mencoba meminimalisir segala kemungkinan dan peluang untuk hal ini,” tandasnya. (*)