Bewarajabar | Bandung – Kasus korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno memasuki proses persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Rabu (25/01/2023).
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga orang saksi yaitu, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku debitur di Koperasi Simpan Pinjam Intidana, serta Budiman Gandi Suparman selaku Ketua Umum Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim yang dipimpin Hera Kartiningsih dan Jaksa KPK banyak mencerar saksi Heryanto Tanaka dengan pertanyaan terkait aliran uang sebesar Rp 11,2 miliar kepada Dadan Tri Yudianto.
Heryanto Tanaka dalam kesaksiannya mengaku mengenal Dadan Tri Yudianto sekitar akhir tahun 2021 lalu sebagai pebisnis di bidang kosmetik yakni skincare.
Dari perkenalan itu, Tanaka akhirnya mengetahui jika Dadan memiliki banyak relasi dari berbagai kalangan di Jakarta.
“Ini dia (Dadan) banyak temen di Jakarta,” ujar Tanaka.
Atas dasar itu, Tanaka kemudian meminta Dadan membantunya untuk mengawasi kinerja Yosep yang sedang mengurusi kasusnya ke tingkat kasasi di MA.
Sebagai timbal balik, Heryanto Tanaka bakal menginvestasikan uang senilai Rp.11,2 miliar untuk bekerja sama dalam bisnis skincare dengan Dadan.
“Dadan mau membantu saudara?” tanya anggota Majelis Hakim, Fajar Kusuma Aji.
“Iya. Dadan yang punya skincare. Saya mau bekerja sama,” ujar Tanaka.
Dalam kesaksiannya juga, Tanaka bersikukuh bahwa uang senilai Rp 11,2 miliar yang diberikan kepada Dadan dimaksudkan untuk bisnis skincare, bukan untuk kepentingan menyuap.
Sebagaimana diketahui, kasus itu berawal ketika adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di Pengadilan Negeri Semarang.
Gugatan diajukan Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku debitur dengan diwakili melalui kuasa hukumnya yakni Yosep Parera dan Eko Suparno. Gugatan itu berlanjut kepada tingkat kasasi di MA.
Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum dari Tanaka, kemudian melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan Mahkamah Agung yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan Majelis Hakim.
Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat ialah Desy Yustria (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung) dengan imbalan pemberian sejumlah uang.
Desy kemudian diduga mengajak Elly Tri Pangestu (Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung) dan Muhajir Habibie (PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung) sebagai penghubung penyerahan uang kepada hakim.***