Bewarajabar | Jakarta – Selama pandemi Covid-19, perempuan dan remaja serta usaha mikro menjadi kelompok yang lebih rentan secara finansial.
Perempuan cenderung bekerja pada sektor informal serta memiliki akses yang lebih sedikit atas perlindungan sosial.
Sementara itu, bagi kaum muda, pandemi Covid-19 telah menghancurkan pekerjaan mereka, menghilangkan produktivitas, serta menurunkan pendapatan.
Kemudian, banyak UMKM yang mengalami kesulitan dalam mengakses sumber pendanaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.
UMKM memainkan peran penting dalam penciptaan lapangan kerja, investasi, inovasi serta pertumbuhan ekonomi global. Mereka mencakup sekitar 90 persen bisnis dan lebih dari 50 persen lapangan kerja di seluruh dunia.
Oleh karena itu, keberhasilan UMKM sangat penting bagi pemulihan ekonomi dunia di saat krisis.
Melihat hal ini, pemerintah untuk memastikan bahwa kelompok yang paling rentan dan kurang terlayani dapat memiliki akses ke layanan keuangan yang bertanggung jawab.
Kemajuan teknologi digital dan pendekatan inovatif berpotensi memperluas akses keuangan sehingga mereka dapat bertahan dalam kehidupan sehari-hari atau bahkan mengembangkan usahanya di masa pandemi Covid-19.
Kondisi ini juga terkait dengan inklusi keuangan yang menjadi entry point dalam membuka peluang menuju inklusi ekonomi.
Ketika semua orang memiliki akses dan dapat berpartisipasi dalam ekonomi, pertumbuhan global yang berkelanjutan dan inklusif dapat tercapai.
Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Ririn Kadariyah menyampaikan pengalaman PIP terkait dengan usaha untuk mempromosikan inklusi keuangan pada masyarakat yang nonbankable, khususnya terhadap kaum perempuan dalam “International Seminar on Digital Transformation for Financial Inclusion of Women, Youth, and MSMEs to Promote Inclusive Growth”.
Seminar ini adalah side event dari working group G20 yaitu Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI).
Tema ini mencerminkan prioritas Presidensi G20 Indonesia pada agenda keuangan inklusif, terutama bagi kelompok rentan dan kurang terlayani. Seminar ini diadakan pada 11 Mei 2022, yang dilakukan secara hybrid.
Ririn menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan telah meluncurkan Program UMi pada tahun 2017, yang dikelola oleh Badan Layanan Umum bernama Pusat Investasi Pemerintah.
Program UMi dirancang untuk memberikan pinjaman mikro yang dapat dengan mudah dan cepat diakses melalui Lembaga Keuangan Non-Bank.
“Program ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi usaha mikro, termasuk perempuan, pemuda, maupun usaha rintisan mikro, untuk mendapatkan dukungan keuangan sehingga dapat terlibat dalam kegiatan ekonomi masyarakat,” paparnya.
Sejak 2017 hingga akhir 2021, program UMi telah menjangkau lebih dari 5 juta usaha Ultra Mikro dengan nilai pinjaman lebih dari Rp18 triliun atau lebih dari 1,2 miliar USD.
Melalui 55 mitra non-bank, UMi telah menjangkau 508 dari 514 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
Data yang ada menunjukkan bahwa 95% penerima UMi adalah perempuan, 91% mengambil pinjaman mikro UMi di bawah Rp5 juta rupiah, serta 96% dari sektor bisnis adalah sektor ritel kecil.
Fakta menarik lainnya dari data 5 tahun adalah adanya peningkatan jumlah debitur yang lebih muda.
Proporsi debitur dengan usia di bawah 30 tahun meningkat dari hanya 8% pada tahun 2017 menjadi 18% pada tahun 2021.
Untuk tahun 2022 ini, PIP ditargetkan untuk menambah 2 juta debitur baru yang diharapkan dapat meningkatkan inklusi keuangan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.
Sebagai catatan, PIP merupakan unit organisasi non eselon di bidang pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, PIP menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.