Bandung, Bewarajabar.com – Karena dinilai memiliki potensi risiko tinggi, Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung menyoroti pentingnya pengaturan yang cermat dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.
Salah satu poin yang dibahas dalam Raperda tersebut adalah pengaturan kewenangan pemerintah dalam menetapkan kriteria lembaga yang berhak melakukan pengumpulan uang dan barang dari masyarakat.
Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung, Christian Julianto Budiman, menjelaskan bahwa klausul mengenai pengumpulan uang dan barang sudah diatur dalam Perda sebelumnya.
Namun, pembahasan kali ini menekankan perlunya kehati-hatian agar tidak muncul potensi penyalahgunaan.
“Di dalam Raperda ini, pengumpulan uang dan barang memang akan diatur kembali. Tapi pansus memandang hal ini sangat sensitif, sehingga perlu pembahasan yang mendalam agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” ujar Christian.
Ia menegaskan, pemerintah bersama DPRD harus berhati-hati agar regulasi tersebut tidak menjadi celah bagi praktik pungutan liar (pungli) atau pengumpulan dana yang tidak transparan.
“Kita ingin tetap memberikan izin bagi lembaga yang mengumpulkan donasi, tetapi harus dalam koridor dan kriteria yang jelas agar ada transparansi serta akuntabilitas,” tambah politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu.
Christian menyebut, pembahasan terkait lembaga mana saja yang berhak mengumpulkan donasi masih berlangsung.
“Akan ada aturan mengenai siapa yang boleh menghimpun uang dan barang, kriteria lembaganya, serta tata cara pelaporan. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih tenang dan percaya saat menyalurkan bantuan,” jelasnya.
Terkait jumlah lembaga resmi pengumpul donasi di Kota Bandung, Christian mengaku belum mengetahui secara pasti.
Menurutnya, data tersebut biasanya berada di Dinas Sosial (Dinsos).
“Yang jelas jumlahnya cukup banyak, termasuk lembaga kesejahteraan sosial seperti panti asuhan yang juga menerima bantuan uang maupun barang. Lembaga-lembaga ini harus berada dalam koridor yang jelas agar dana masyarakat bisa dikelola secara amanah,” paparnya.
Lebih lanjut, Christian menyoroti maraknya pengumpulan donasi melalui platform daring dan media sosial. Menurutnya, fenomena ini menjadi perhatian serius karena tidak jarang lembaga atau individu melakukan penggalangan dana tanpa izin yang sah.
“Sekarang banyak lembaga nasional yang menggalang dana secara online, dan itu harus diawasi agar bantuan benar-benar disalurkan. Kami juga melihat tren di media sosial, seperti panti asuhan yang menampilkan anak-anak untuk meminta sumbangan. Hal seperti ini tidak pantas dijadikan komoditas,” tegasnya.
Pansus juga masih mendiskusikan apakah regulasi baru ini akan mencakup pengumpulan dana secara pribadi.
“Kami masih bahas apakah individu yang melakukan penggalangan dana juga akan diatur dalam perda ini,” ujarnya.
Christian menyebut Jakarta dan Banjarmasin sebagai daerah yang dijadikan referensi untuk penyusunan Raperda tersebut karena sudah memiliki regulasi lebih matang.
Ia berharap pembahasan Raperda ini bisa rampung pada Desember mendatang, namun tetap dilakukan secara hati-hati.
“Kami tidak ingin tergesa-gesa hanya demi mengejar target. Pembahasan harus matang dan melibatkan masyarakat agar perda ini benar-benar aplikatif dan sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Menurut Christian, semangat utama Raperda ini adalah pembaruan.
Peraturan sebelumnya yang dibuat pada 2012 dan diperbarui pada 2015 kini sudah tidak relevan karena banyak perubahan pada regulasi pusat, termasuk Peraturan Menteri Sosial (Permensos) terbaru yang mengatur pengumpulan uang, barang, hingga undian berhadiah.
“Kalau dulu pemerintah kota masih berwenang menerbitkan izin untuk undian berhadiah, kini kewenangan itu sudah ditarik ke pemerintah pusat. Pemkot hanya mengawasi pelaksanaannya. Karena perubahan dasar hukum cukup banyak, lebih dari 50 persen, ada kemungkinan perda ini akan disusun sebagai regulasi baru, bukan sekadar revisi,” pungkasnya. ***




































































Discussion about this post