Bandung, Bewarajabar.com — Potensi penularan COVID-19 di pasar tradisional tergolong tinggi. Apalagi, pedagang di sejumlah pasar di Jawa Barat (Jabar) terkonfirmasi positif COVID-19. Maka itu, Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar memfokuskan tes masif di 700 pasar se-Jabar.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Ridwan Kamil mengatakan, ketidakdisiplinan pedagang dan pembeli dalam jaga jarak, pakai masker, serta adanya kerumunan, memicu munculnya kasus positif di pasar tradisional.
“Kami meyakini banyak pembeli dan penjual tidak disiplin pakai masker, sehingga pembeli bisa tertular oleh penjual, penjual bisa tertular oleh pembeli,” kata Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil– dalam jumpa pers di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (12/6/20).
Sejumlah 627 Mobile COVID-19 Test dan Laboratorium Moblie Bio Safety Level 3 (BSL3) dari PT Bio Farma (Persero) disiapkan gugus tugas provinsi untuk mengambil sampel di pasar tradisional. Tes masif terdiri dari rapid test maupun swab test (tes usap).
Kang Emil menyatakan, pengetesan masif akan didahului dengan sosialisasi dan komunikasi yang memadai. Tujuannya mengantisipasi penolakan tes masif, seperti yang terjadi di sejumlah daerah.
“Saya sudah berkoordinasi dengan Kepolisian dan TNI untuk mengawal pengetesan ini, sehingga tidak ada penolakan di masyarakat karena kurang sosialisasi,” ucapnya.
“Total 700 pasar yang akan kami lakukan pengetesan, sehingga tidak ada pedagang pasar yang terkena (COVID-19), dan mengakibatkan kerugian berupa penutupan pasar dalam waktu yang tidak ditentukan,” imbuhnya.
Antisipasi Gelombang Kedua
Sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara proporsional diterapkan, Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 secara bertahap membuka kegiatan di sejumlah sektor.
Tahap pertama adalah kegiatan di tempat ibadah. Setelah itu, kegiatan yang memiliki dampak besar terhadap perekonomian, tapi berisiko kecil terhadap penularan COVID-19, seperti industri dan perkantoran, dibuka. Kemudian disusul pembukaan sektor perdagangan, pariwisata, dan pendidikan.
Menurut Kang Emil, pembukaan kegiatan di sejumlah sektor secara bertahap sebagai antisipasi munculnya gelombang kedua COVID-19. Khusus sektor pariwisata, ia merekomendasikan kepada kepala daerah untuk membuka destinasi wisata outdoor.
“Pariwisata yang didahulukan adalah pariwisata outdoor dan siang hari. Jadi, hiburan malam dan yang sifatnya pariwisata malam hari, kami tidak rekomendasikan dulu, walau diskresi tetap ada di (pemerintah) kabupaten/kota,” katanya.
Kang Emil mengatakan, rekomendasi tersebut merujuk pada gelombang dua yang terjadi di Korea Selatan, di mana penularan COVID-19 terjadi di destinasi wisata malam hari.
“Pendidikan juga kami masih tahan. Kasus di Israel, di Prancis, di Korea Selatan, klaster pendidikan tinggi. Maka, pendidikan per hari ini belum kita buka dulu, sampai situasi aman,” ucapnya.