Bewarajabar.com – Pemerintah mengeluarkan kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter sejak kemarin. Pasalnya harga minyak goreng melonjak sejak pertengahan 2021 didorong kenaikan harga sawit.
Pemerintah pun turun tangan supaya harga minyak goreng tidak lagi melambung tinggi dengan mengelarkan kebijakan. Anggota Komisi VI DPR RI Khilmi mempertanyakan kabar soal minyak goreng di Malaysia yang harganya cuma Rp 8.500 per liter. Jauh lebih murah daripada yang ada di Indonesia.
Berbeda dengan negara tetangga beliau pun bertanya-tanya, mengapa negara Malaysia bisa menjual minyak goreng dengan harga semurah itu. Khilmi mengungkapkan hal ini saat melakukan rapat kerja bersama produsen minyak goreng dan pengusaha kelapa sawit.
“Saya dengar di Malaysia itu kan harganya cuma Rp 8.500 per liter, bisa ya? Apa itu benar? Kita kan bacanya di media bukan beli di sana gitu lho,” ungkap Khilmi dalam rapat kerja pada Rabu (19/1/2021).
Dikutip dari laman detik.com yang bersumber dari Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Konsumen Malaysia tahun lalu mengguyur RM 150 juta (Rp 515 miliar) untuk subsidi harga minyak goreng ritel.
Malaysia juga sudah menetapkan harga eceran tertinggi minyak goreng sawit kemasan yang efektif berlaku 1 Agustus 2021 silam. Dengan adanya subsidi dan aturan tersebut, harga minyak goreng ukuran 5 kg tidak boleh di atas RM 30 atau sekitar Rp 100 ribu.
Dengan demikian, harga minyak goreng murni 5 kg paling mahal adalah RM 29,7 alias sekitar Rp 100 ribu. Sedangkan untuk ukuran 1 kg sebesar RM 6,7 atau sekitar Rp 23 ribu.
Harga tersebut merupakan harga yang belum disubsidi. Setelah disubsidi pemerintah setempat, maka harga jual minyak goreng di Malaysia menjadi RM 2,5 atau sekitar Rp 8.500 per kg.
Menjawab Khilmi, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menjelaskan harga minyak sawit di Malaysia bisa semurah itu karena adanya skema subsidi. Di Indonesia sendiri subsidi minyak goreng baru bisa dilakukan mulai saat ini dengan program satu harga Rp 14.000 per liter.
Joko mengatakan selama ini belum ada regulasi yang jelas mengatur soal subsidi minyak goreng. Di UU Cipta Kerja, khususnya dalam aturan perkebunan, baru lah diatur dana pungutan ekspor sawit kelolaan BPDPKS boleh digunakan untuk subsidi kebutuhan pangan, contohnya minyak goreng.
“Saya informasikan tadi disebut-sebut Malaysia, dia sudah tetapkan subsidi ini jauh lebih duluan. Kita kan selama ini mau meniru cuma regulasi nggak tersedia, baru sekarang regulasinya memungkinkan, maka kita tiru Malaysia,” ujar Joko.
“Dulu tidak dilakukan ini karena dulu belum mendukung regulasinya, sekarang di UU CK baru dana perkebunan dimungkinkan dana sawit digunakan untuk subsidi pangan,” lanjutnya.
Sumber: detik.com