Bewarajabar.com – Pandemi Covid-19 memang sangat kompleks, hal ini karena membuat berbagai sektor terhambat seperti di sektor pembangunan, ekonomi, hingga pendidikan. Hal ini bukan terjadi di Indonesia saja, tetapi masalah ini merupakan masalah global, salah satunya ialah negeri Jiran atau Malaysia.
Dilansir dari kompas.com bahwa sebanyak 21.316 siswa di negara Malaysia putus sekolah selama pandemi mulai Maret 2020 hingga Juli 2021.
Dalam jawaban tertulis parlemen, Kementerian Pendidikan Malaysia menyatakan, mereka yang putus sekolah adalah siswa yang berhenti sekolah sebelum mereka menyelesaikan studi.
“Berdasarkan data Maret hingga Desember 2020, siswa yang berhenti sekolah sebanyak 11.301 atau 0,24 persen siswa,” berdasarkan data Kementerian Pendidikan Malaysia sebagaimana dilansir Malay Mail, Dikutip dari kompas.com, Minggu, 5 Desember 2021.
Kementerian tersebut menambahkan, untuk periode Januari hingga Juli 2021, tercatat sebanyak 10.015 siswa atau 0,21 persen siswa putus sekolah.
“Jumlah siswa yang berhenti sekolah untuk periode Maret 2020 hingga Juli 2021 sebanyak 21.316 siswa atau 0,22 persen siswa,” sambung kementerian itu.
Sementara itu, salah satu anggota parlemen Malaysia, Noor Amin Ahmad, meminta Menteri Pendidikan Malaysia menyebutkan jumlah siswa yang putus sekolah sejak Maret 2020 hingga sekarang.
Berdasarkan situs web Kementerian Pendidikan Malaysia, Malay Mail melaporkan bahwa sejauh ini ada 5,038 juta siswa di Malaysia. Jumlah tersebut berasal dari siswa yang bersekolah di prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah di sekolah pemerintah, dan sekolah yang dibantu pemerintah.
Pada Maret 2020, Malaysia menerapkan aturan pembatasan sosial pertama ketika pandemi Covid-19 dimulai. Pembatasan tersebut tentu mencakup penutupan sekolah dan pergeseran dari tatap muka menjadi kelas online.
Dan sampai sekarang, dunia masih berjuang melawan pandemi Covid-19. Tahun lalu, jumlah siswa yang putus sekolah dari banyak komunitas miskin di Lembah Klang melonjak drastis. Pengumuman WHO Kondisi tersebut semacam membunyikan alarm sebagai akibat dari wabah Covid-19 yang mengganggu sekolah.
Laporan tersebut dibuat berdasarkan survei “Family On Edge” yang dilakukan bersama oleh United Nations Population Fund (UNFPA) dan United Nations Children’s Fund (Unicef).
Beberapa temuan dari penelitian tersebut mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka putus sekolah. Salah satu faktornya adalah beberapa anak telah kehilangan motivasi atau kehilangan minat untuk melanjutkan sekolah.
Sementara faktor lainnya adalah beberapa keluarga mengalami kesulitan membayar uang sekolah. Survei tersebut juga menemukan bahwa delapan dari sepuluh siswa berasal dari rumah tangga yang tidak memiliki komputer atau laptop.