Bandung, BewaraJabar — Para siswa sekarang bisa bernapas lega, terutama bagi mereka yang sekolahnya sudah menerapkan kurikulum prototipe. Para siswa tak perlu lagi berkecil hati untuk memilih fakultas idamannya tanpa harus tersekat dengan jurusan di SMA.
Belakangan ini masyarakat ramai membicangkan tentang kurikulum prototipe. Salah satu gagasan dari kurikulum prototipe ini adalah penghapusan minat jurusan yang dinilai menjadi sekat para siswa untuk memilih jurusan dan karirnya. Namun, masih banyak selentingan yang berseliweran tentang kurikulum baru ini.
Dalam kunjungan evaluasi Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen di SMPN 2 Kota Bandung pada Senin, 17 Januari 2022, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim beserta jajarannya hadir di tengah para kepala sekolah penggerak dari berbagai jenjang.
Kepala Sekolah SMAN 23 Bandung, Santy Kurnia Dewi mengajukan pertanyaan mengenai kaitan antara proses kurikulum prototipe ini dengan pemilihan jurusan di perguran tinggi.
“Bagaimana nanti para siswa memilih peminatan jurusan melalui jalur SNMPTN atau SBMPTN dengan Kurikulum Prototipe ini?” tanya Santy.
Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Indonesia, Anindito Aditomo mengatakan, jika perubahan kurikulum prototipe di SMA ini memang paling menantang dalam proses implementasinya paling dibandingkan pada jenjang PAUD-SMP.
Namun, Anindito menuturkan, dengan adanya kurikulum prototipe ini, para siswa bisa lebih leluasa memilih jurusan yang mereka inginkan di perguruan tinggi tanpa perlu khawatit dengan penjurusan semasa SMA.
“Adik-adik yang sekolahnya menjadi sekolah penggerak atau yang menerapkan kurikulum prototipe itu tidak dirugikan. Tidak ada lagi syarat jurusan untuk mendaftar tes. Jadi yang tadinya kalau mau masuk teknik itu harus dari IPA, tidak boleh IPS atau Bahasa, itu akan dihilangkan,” papar Anindito.
Meski begitu, Anindito menambahkan, para siswa sebaiknya tetap memilih mata pelajaran yang memiliki korelasi dengan peminatan yang akan mereka pilih di perguruan tinggi nanti.
“Nanti akan ada seleksi lebih dalam pada mata pelajaran tertentu. Misal, kalau mau masuk teknik berarti akan ada tes tambahan pada mata pelajaran Matematika dan Fisika. Maka, sebaiknya matpel yang dipilih adalah matpel yang mendukung tes ini nantinya,” imbuhnya.
Lantas, bagaimana dengan kondisi guru-guru yang mata pelajarannya menjadi pilihan di kurikulum prototipe? Anindito menjelaskan, jika guru tersebut sudah mendapatkan tunjangan profesi di kurikulum 13, maka dia sudah dianggap memenuhi jam mengajar untuk mendapatkan tunjangan profesi ketika sekolahnya sudah menerapkan kurikulum prototipe.
“Para guru ini juga akan kita berikan amanah tambahan pada melalui project best learning. Project-project penguatan karakter untuk para siswa di semua jenjang kelas,” tambahnya.
Project Best Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik.
Siswa secara konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata, dan relevan.
Kepala Sekolan SMPN 2 Bandung, Erni kustiani mengakui, jika PBL merupakan langkah yang baik untuk menciptakan suasana belajar yang baru untuk para siswa.
“Kurikulum prototipe sangat relevan untuk saat ini kita aplikasikan. Karena di kurikulum ini bukan hanya tentang meningkatkan kompetensi pengetahuan anak, tapi juga karakter yang baik,” ujar Erni.
Menurut Erni, dengan adanya PBL di kurikulum prototipe, secara tidak sadar, karakteristik baik dalam diri anak jadi terbentuk dengan sendirinya.
“Pengembangan karakter ini muncul saat mereka melakukan project bersama. Karakter nalar yang kritis, leadership, tanggung jawab, kreativitas, dan kerja sama jadi terlihat. Kita sudah dua kali membuat project dan dieksposisi. Anak-anak sangat antusias dan senang,” aku Erni.
Sehingga, anak-anak tidak hanya berkutat dengan teori, tapi mereka bisa belajar lebih banyak melalui kolaborasi PBL ini.