Bewarajabar | Bandung – Stunting atau gagal tumbuh anak karena kurangnya asupan gizi menjadi perhatian Pemerintah Kota (Pemkot Bandung). Dari data Dinas Kesehatan Kota Bandung, angka balita stunting mencapai 8,93 persen di tahun 2021.
Untuk menekan angka ini, Pemkot Bandung merekrut 151 penggerak bangga kencana kelurahan (PBKK) untuk disebar ke 30 kecamatan di Kota Bandung. Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengatakan, dengan adanya penambahan tenaga penyuluh di tiap kecamatan bisa menyelesaikan permasalahan stunting dari hulu.
“Program Bangga Kencana ini harus bisa membantu sampai ke lapisan RT dan RW. Alhamdulillah hari ini telah ada 151 bangga kencana yang dilantik. Satu penggerak yang berasal dari warga sekitar bisa ada di setiap kelurahan dari warga sekitar. Sehingga bisa lebih memahami masalah masyarakat di sekitarnya,” ujar Yana, Selasa, 29 Maret 2022.
Yana berharap, persentase stunting yang saat ini termasuk tinggi, bisa kembali menurun pascapandemi.
Di tahun 2021, angka stunting di Kota Bandung mencapai 8,93 persen. Padahal sebelumnya pernah sampai menyentuh 6 persen lebih.
“Namun, saat Covid-19 mulai melonjak, angka stunting kita naik lagi,” akunya.
Terpilihnya 151 orang untuk menjadi penyuluh bangga kencana melalui beberapa tahap yang cukup panjang. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bandung, Andri Darusman menjelaskan, proses perekrutan dimulai dari Januari-Februari 2022.
“Tahapan yang dilalui mulai dari pendaftaran. Ada 511 orang pelamar yang kita saring dulu dari administrasi, lalu ujian tulis online, wawancara, pendaftaran ulang. Hingga akhirnya terpilihlah 151 orang yang akan ditugaskan di masing-masing kecamatan,” papar Andri.
Para penyuluh ini memperoleh pelatihan dan pembinaan untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuannya demi percepatan penurunan stunting di Kota Bandung.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat, Wahidin menilai, dengan adanya tambahan tenaga penyuluh Kota Bandung bisa menekan angka stunting.
“Usaha yang dilakukan selama in lebih besar konsentrasi di hilir. Ketika ada yang lahir stunting, kita baru sibuk mengurusi. Maka, strategi saat ini kita lakukan dari hulu,” ucap Wahidin.
Ia menjelaskan, jika setiap calon pengantin harusnya dalam waktu minimal tiga bulan sebelum menikah, harus didampingi oleh para penyuluh.
Tim pendamping keluarga ini menyosialisasikan bagaimana pola hidup dengan gizi seimbang serta penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah stunting.
“Karena menurut hasil riset, ketika perempuan dalam kondisi anemia dan hamil, kemungkinan besar dia akan melahirkan bayi stunting. Jika kita bisa dampingi para calon pengantin ini dari awal, saya yakin angka stunting bisa kita tekan,” jelasnya.
Salah satu peserta PBKK, Aep Saepul Hayat mengaku memilih pekerjaan ini karena senang untuk terjun langsung ke lapangan membantu permasalahan masyarakat dari hulu.
“Di wilayah di Lengkong itu, satu kecamatan saya yang pegang semuanya. Dibantu dari beberapa pihak, alhamdulillah indikator penggunaan alat kontrasepsi di Lengkong mencapai 70,8 persen. Ini angka yang sudah cukup ideal,” tutur Aep.
Selama ini, Aep telah melakukan sosialisasi dan mengajak masyarakat sekitarnya untuk memahami kegunaan alat kontrasepsi dan bagaimana mengatur pola hidup agar lebih sehat. Dengan begitu, masyarakat bisa mencegah kehamilan yang berpotensi melahirkan anak stunting.
“Mudah-mudahan target ke depan setelah adanya perekrutan tambahan, bisa meningkatkan kesadaran masyarakat terkait alat kontrasepsi dan pola hidup lebih sehat,” tambahnya.