Bewarajabar, Bandung – Wakil Ketua DPRD Kota Bandung H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., memimpin audiensi terkait kelanjutan pelanggaran Perda Pengelolaan Cagar Budaya, di Ruang Rapat Paripurna, Kamis (13/7/2023).
Hadir dalam audiensi tersebut, dan Anggota Komisi B yang juga sempat menjadi Ketua Pansus Raperda Pengelolaan Cagar Budaya, Folmer Siswanto M. Silalahi, S.T., Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung,
Tim Kuasa Hukum Masjid Cagar Budaya, sejumlah unsur pemerhati cagar budaya, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Jawa Barat, serta sejumlah perwakilan dari OPD.
Pertemuan ini merupakan lanjutan dari penegakan aturan terhadap pelanggar Perda Pengelolaan Cagar Budaya menindaklanjuti aspirasi warga kepada DPRD Kota Bandung pada Februari lalu. Sejak saat itu, aduan dari Tim Kuasa Hukum Masjid Cagar Budaya itu dikawal Edwin Senjaya.
Dikutip dari website dprd.go.id, warga melaporkan pelanggaran di dua cagar budaya di Kota Bandung, yakni di Jalan Cihampelas No. 149 dan Jalan Ir. H. Djuanda (Dago) No. 122-124. Bahkan di atas kedua lahan cagar budaya tersebut telah berdiri mini market.
Saber Pungli Mafia Tanah dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Kemenkopolhukam), sudah mengeluarkan rekomendasi agar Pemkot Bandung bersikap tegas terhadap pelanggaran ini.
DPRD Kota Bandung pun menggaet Pemkot Bandung untuk menindak pelanggar bangunan di Cihampelas dan menyegel minimarket tersebut.
Selain melanggar perizinan, bangunan tersebut melanggar Perda No. 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya di Kota Bandung, dan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Baru-baru ini, DPRD Kota Bandung menerima surat dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Jawa Barat yang menyebut penyegelan terhadap bangunan baru pengganti bangunan cagar budaya di Jalan Cihampelas yang dibongkar tergolong lemah secara aturan.
Dalam surat yang diyakini bersumber dari Dirjen Kebudayaan Kemdikbud RI ini menyatakan bila penetapan bangunan masjid di Jalan Cihampelas yang dibongkar total itu lemah secara administratif meski terlampir di dalam Perda Pengelolaan Cagar Budaya.
Perwakilan dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Jawa Barat, Hendra, mengatakan, surat itu menjelaskan terkait posisi Masjid Nurul Ikhlas Bandung di Jalan Cihampelas tidak sesuai dengan register nasional cagar budaya.
“Sudah didaftarkan Disbudpar tetapi belum terverifikasi di registrasi nasional,” ujarnya.
Mewakili Kuasa Hukum Masjid Cagar Budaya, Meliana, menjelaskan, penetapan bangunan cagar budaya di Jalan Cihampelas itu merupakan bagian dari 1.770 cagar budaya yang terlampir di dalam Perda Pengelolaan Cagar Budaya Kota Bandung. Kajian yang mendasari penetapan cagar budaya itu sudah dilakukan sejak 2005.
“Ini satu hal yang sangat aneh. Dengan tidak dianggapnya perda (oleh Balai Pelestarian Kebudayaan) seolah melecehkan Pemkot dan DPRD yang telah membahas dan mengesahkan perda itu. Dari TACB, daftar bangunan cagar budaya dalam lampiran Perda Cagar Budaya bukan hasil karangan fiktif tetapi melalui pemetaan, pendataan, riset, penelitian,” katanya.
Meilani menambahkan, pelanggaran berupa pembongkaran cagar budaya itu bisa berlanjut pada kasus pidana.
“Setiap orang tidak boleh merusak cagar budaya. Merusak saja tidak boleh apalagi merobohkan bangunan cagar budaya,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Edwin Senjaya mengatakan, pada audiensi ini DPRD Kota Bandung memfasilitasi laporan yang masuk dari banyak pihak.
“Ada laporan kepada kami terkait pelanggaran bangunan cagar budaya yang sudah diatur dalam Perda. Sikap DPRD kami masih yakin seyakin-yakinnya bahwa Perda No. 7 Tahun 2018 (Perda Cagar Budaya) ini adalah sebagai hukum positif, payung hukum yang harus ditegakkan di Kota Bandung.
Edwin menyatakan, yang harus dipahami oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Jawa Barat terkait pengrusakan bangunan cagar budaya di Jalan Cihampelas dan Jalan Ir.H. Djuanda di kedua lokasi itu pelanggar tidak hanya menghancurkan bangunan cagar budaya tetapi juga tidak memiliki Sertifikat Laik Bangunan (SLF). Maka, kedua bangunan itu disegel Pemkot Bandung.
Ia mengatakan, Balai Pelestarian Kebudayaan tidak bisa menjadikan surat dari Dirjen Kebudayaan Kemdikbud untuk melemahkan Perda Pengelolaan Cagar Budaya.
“Karena Perda ini hanya bisa digugat melalui judicial review di Mahkamah Agung. DPRD dan Pemkot Bandung telah bersepakat untuk menegakkan Perda ini di Kota Bandung. Mengacu pada Perda ini, jelas ada pelanggaran,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, tidak perlu ada keraguan atas Perda Pengelolaan Cagar Budaya. Sebab, Sebelum finalisasi perda, terlebih dahulu dilakukan konsultasi ke Biro Hukum Pemprov jabar dan Kemendagri.
“Jikapun ada revisi, Perda tetap berlaku sebagai hukum positif,” katanya.
Edwin berharap Balai Pelestarian Kebudayaan IX Jawa Barat berada di garis yang sama dalam upaya memperjuangkan pelestarian cagar budaya di Kota Bandung.
“Semangat kita melestarikan cagar budaya di Kota Bandung. Saya yakin Balai Pelestarian Kebudayaan juga punya semangat yang sama,” tutur Edwin.
Dalam rapat tersebut, Tim Kuasa Hukum Masjid Cagar Budaya meminta agar Pemkot Bandung segera melakukan pembongkaran terhadap bangunan tidak berizin yang dibangun pihak Indomaret di lokasi cagar budaya.*