Bandung, bewarajabar.com — Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Kota Bandung, Ema Sumarna mengapresiasi penerapan standarisasi protokol kesehatan di gereja. Bahkan sampai saat ini masih ada gereja yang masih belum membuka aktivitas beribadahnya walaupun regulasi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sudah memperbolehkannya.
Ema mengungkapkan, sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) proporsional, rumah ibadah sudah mulai dibuka secara bertahap. Meski pun baru diperkenankan menampung jemaah sebanyak 30 persen dari kapasitas.
Sedangkan saat masa Adaptasi Kebiasan Baru (AKB), rumah ibadah diizinkan untuk menerima jemaat sekitar 50 persen dari kapasitas gedung.
“Tadi simulasinya sudah baik meski ada catatan kecil. Itu saya pikir tidak menjadi sesuatu yang prinsip. Kalau dari pendekatan regulasi sudah bisa operasional. Tetapi gereja ini baru mau mulai bulan Agustus,” ucap Ema usai simulasi di Gereja Fajar Pengharapan, Jalan Pajagalan, Kota Bandung, Minggu (12/7/2020).
Selain pengadaan fasilitas membersihkan tangan, jaga jarak dan pengecekan suhu tubuh, pengaturan kapasitas di Gereja Fajar Pengharapan ini juga baru merencanakan akan membuka 30 persen dari kapasitasnya. Selain itu, waktu beribadah juga ditambah menjadi tiga sesi dalam satu harinya.
Ema mengingatkan, di masa AKB ini tak lantas menjadi alasan untuk melonggarkan kewaspadaan. Dia menyerukan agar penerapan standarisasi protokol kesehatan tetap ketat. Sehingga tempat ibadah tidak menjadi klaster penyebaran Covid-19.
“Ada rasa nyaman dan ketenangan buat jemaah bahwa tempat ibadah ini layak,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Persekutuan Gereja Gereja Indonesia (PGI), Bambang Widjaja menuturkan di Kota Bandung ini sebagian besar tempat ibadah umat nasrani masih memilih tutup guna menghindari terjadinya klaster baru. Utamanya, gereja yang memiliki jemaah cukup besar.
“Setiap Senin pertama dan Senin ketiga gereja-gereja di Bandung berkomunikasi, menata diri dan melangkah bersama. Saat ini yang mengikuti pertemuan secara online di Bandung ada 140 gereja. Sekitar 30 gereja yang sudah mulai melakukan ibadah tapi mayoritas belum. Kami ingin memastikan keamannya,” kata Bambang.
Seperti di Gereja Fajar Pengharapan ini, lanjut Bambang, terdata sekitar 3.000 orang yang rutin menjalankan ibadah. Sehingga penerapan standarisasi protokol kesengatan sangat diperhitungkan dan diberlakukan secara ketat.
“Karena keamanannya ada tiga, keamanan pada jemaah dan keamanan pelayan. Sedangkan keamanan yang ketiga yang menjadi tanggungjawab kita yaitu keamanan lingkungan. Jangan sampai nanti kita menjadi yang menyebarkan pada lingkungan,” akunya.