Bandung, Bewarajabar.com — Validasi data penerima bantuan sosial di Jawa Barat (Jabar) bukan perkara mudah karena ada sembilan jenis bantuan dari lembaga yang berbeda-beda. Semua peserta sangat krusial. Selain agar tepat sasaran dan berkeadilan, polemik bisa diterima masyarakat.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jabar Dodo Suhendar melaporkan, per Senin (27/4/20), 27 kabupaten / kota meminta 3.862.957 Kepala Keluarga (KK) untuk menjadi Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS) non Data Terpadu Kesejahteraan Sosial ( DTKS) penerima bantuan sosial (bansos).
“Dari data sekian yang masuk itu bersih dan jelas, yang valid NIK-nya, kemudian KTP, alamatnya jelas 1.819.927 (KK). Dari data yang masuk bersih dan jelas hanya 46,39 persen. Di kabupaten / kota yang bagus adalah Kabupaten Sumedang, yaitu 92,81 persen, “kata Dodo, Kamis (30/4/20).
Tingginya tingkat akurasi data yang dikeluarkan Kabupaten Sumedang, kata Dodo, karena sinergisitas semua pihak, baik vertikal (provinsi, kabupaten / kota, kecamatan, kelurahan / desa, dan ketua RW) serta horisontal (dinas-dinas terkait).
“Sumedang melibatkan seluruh pihak. Dinsos, Diskominfo, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Disdukcapil. Kemudian melibatkan camat, ngajak desa, RT / RW dilibatkan. Prosesnya dari bawah, di samping ditindaklanjuti oleh Sapa Warga, RW mengecek yang tidak sesuai dan melibatkan yang sudah terdata , “ucapnya.
Dodo mengapungkan langkah dan komitmen Kabupaten Sumedang dalam proses pendataan, pendaftaran, verifikasi, hingga validasi data non DTKS. “Yang disarankan hampir semuanya sesuai. Berarti, Sumedang melakukan validasi data yang bagus,” katanya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sumedang Herman Suryatman menjelaskan, pihaknya meminta dua meminta dalam memvalidasi data non DTKS. Persetujuan pertama adalah kolaborasi. Semua dinas, mulai dari Dinsos, Diskominfo, Disdukcapil, hingga Dinas PMD, bersinergi dalam pendataan.
“Di kabupaten itu sendiri kami sinergikan. Kami juga sinergi dengan kecamatan. Ada aparatur ujung tombak, camat, kades, lurah. Kami sinergi dengan para pendamping. Dengan operator kecamatan, operator desa, pendamping PKH, pendamping lokal desa, penggerak desa,” kata Herman .
“Banyak pendamping dari berbagai sektor, kita sinergikan. Tidak hanya satu sektor, harus multi-sektor. Tidak hanya satu jenjang, tapi kabupaten, kecamatan, desa,” imbuhnya.
Optimalkan Sapa Warga
Setelah itu, kata Herman, pihaknya menerapkan double track pendataan. Dengan melibatkan banyak pendamping, pendataan dilakukan secara manual atau pintu ke pintu ke RW, dan digital dengan menggunakan aplikasi Sapa Warga.
Aplikasi Sapa Warga yang dikembangkan Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar untuk memangkas jarak komunikasi masyarakat dengan pemerintah. Semua Ketua Rukun Warga (RW) dapat mengakses aplikasi Sapa Warga dan menjadi penanggungjawab.
“Kita lakukan validasi data secara manual. Maka, saat Sapa Warga diluncurkan, bisa saling melengkapi. Karena waktu terbatas hanya 4 hari. Kalau kita lakukan langsung, sangat berat,” ucap Herman.
Guna mengoptimalkan Sapa Warga, Diskominfo Kabupaten Sumedang membuat tim khusus untuk menyediakan pelatihan teknis Sapa Warga berjenjang (Diskominfo Sumedang-Operator Kecamatan-Operator Desa-Ketua RW).
Selain pelatihan teknis, Kabupaten Sumedang menyediakan pelatihan manajerial. Bagaimana mengecek dan memasukkan data melalui Sapa Warga. Setelah dua pelatihan diberikan, ketua RW dapat langsung melakukan pendataan dan melaporkan secara manual juga digital.
“Dinsos bikin tim khusus untuk memadankan (data) dengan Disdukcapil. Teknologi Soal (Sapa Warga) ada Diskominfo. Satuan tugas yang menerima keluhan, sehinga teman-teman kecamatan dan desa ada yang bisa diakses langsung,” kata Herman.
Dengan jumlah yang direkomendasikan tersebut, Kabupaten Sumedang akhirnya memvalidasi 128 ribu yang bukan DTKS atau rawan miskin baru. Dari angka tersebut, Kabupaten Sumedang memilah-milah mana KK yang berhak menerima bansos dari pusat, kemensos, provinsi, dan kabupaten / kota.
Bansos gubernur menerima Rp500 ribu merupakan salah satu dari sembilan pintu bantuan bagi warga terdampak pandemi COVID-19. Sembilan pintu itu adalah Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan sosial (bansos) dari presiden untuk perantau di Jabodetabek, Dana Desa (bagi kabupaten), Kartu Pra Kerja, bantuan dari Kemensos, bansos gubernur, dan juga bansos dari kabupaten / kota.
“128 ribu berbagai pintu bantuan. Dan itu hanya bisa dilakukan jika kita bisa menyelesaikan data non DTKS. Kita bisa memetakan. Data sudah terverifikasi berdasarkan nama dengan alamat baru kita pasing mana ke pusat, provinsi, kab, desa,” katanya.
Herman menjawab, dengan pendataan yang akurat, bansos penyaluran tidak akan menjadi polemik di masyarakat. Dampak sosial dan dampak ekonomi pandemi COVID-19 pun bisa tertangani.
“Polemik bisa diminimalisasi, masyarakat juga tenang. Oh, pintunya ini. Pintu ini bisa sekian. Jadi, kami juga bisa membuka angka dengan nama berdasarkan alamat. Sekarang dicairkan kabupaten, nanti ada provinsi, dan pusat. Mereka (masayrakat) dapat kepastian, “ucapnya.
red/