BANDUNG, BEWARAJABAR.COM — Pemerintah Kota Bandung telah menerbitkan Peraturan Wali Kota Nomor 31 Tahun 2019 (Perwal 31 Tahun 2019) tentang, tata cara Pengujian, Pindah Jalur Pendidikan, dan Pengakuan Hasil Belajar.
Hal ini akan mempermudah bagi para peserta didik di Kota Bandung yang selama ini mengenyam pendidikan jalur informal atau nonformal untuk bisa pindah ke jalur pendidikan formal maupun sebaliknya.
Anggota DPRD Kota Bandung dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hj. Salmiah Rambe SPd.i menilai, bahwa adanya payung hukum yang dapat mengakomodir kesetaraan pelayanan pendidikan bagi seluruh peserta didik di Kota Bandung, menjadi sebuah langkah positif yang perlu didukung oleh semua pihak.
“Perwal ini memang meskipun masih baru, tapi itikadnya memang sangat baik sekali, karena membuktikan bahwa Pemerintah Kota Bandung memiliki concern untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan bagi seluruh warganya. Seperti yang kita ketahui bahwa selama ini jalur pendidikan antara nonformal dan informal seolah terkotak-kotakan atau dipandang sebelah mata, sehingga anak-anak yang mengejar Paket B atau C, sulit untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan formal yang lebih tinggi,” ujarnya saat di temui di Gedung DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi, Bandung, Jumat (23/8/2019).
Maka dengan hadirnya Perwal ini, akan memberi peluang kesempatan bagi siswa untuk dapat melanjutkan ke pendidikan formal, meskipun regulasinya, peserta didik yang pindah jalur ke sekolah formal hanya dapat di lakukan pada tahun ajaran yang sama.
Salmiah pun menuturkan, setiap kebijakan tidak bisa dipungkiri akan selalu menimbulkan adanya pro dan kontra atas kelebihan juga kekurangannya di masyarakat, akan tetapi pihaknya mencermati bahwa Pemerintah Kota Bandung sudah melakukan hal yang tepat.
Maka dari itu pemerintah harus mampu menyiapkan kebutuhan yang mendukung regulasi tersebut, seperti anggaran, sarana prasara pendidikan, serta pembinaan bagi unit pelayanan pendidikan di sekolah nonformal dan informal yang dapat mengakomodir hal tersebut.
“Sehingga para peserta didik di pendidikan non formal dan informal memiliki kompetensi pendidikan yang setara dengan siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah formal. Apalagi salah satu syarat peserta didik dari sekolah nonformal dan informal ke sekolah formal, harus mampu lulus uji kompetensi pendidikan yang diselenggarakan pengelola lembaga pengujian yang resmi dari pemerintah,” ujar dia.
Sehingga hal itu, merupakan salah satu cara pemerintah untuk menyamakan standar kualifikasi dari para peserta didik. Meskipun demikian jangan sampai mekanisme ini justru dapat mempersulit atau menghambat bagi peserta didik untuk meraih kesempatan tersebut.
“Jumlah anak yang bersekolah nonformal dan informal meskipun secara detil angkanya saya tidak mengetahuinya, akan tetapi hal itu ada dan cukup banyak di Kota Bandung, khususnya anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Oleh karena itu, pemerintah yang memiliki tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakatnya, maka pemerintah harus bisa memberikan perhatian besar bagi anak-anak yang bersekolah di lembaga pendidikan nonformal dan informal,” ujar anggota Komisi D DPRD Kota Bandung, periode 2014-2019 tersebut.
Ditanya soal kemungkinan regulasi ini dapat berpotensi semakin menambah jumlah peserta didik di Kota Bandung yang tidak tertampung dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB), karena adanya perebutan kuota, Salmiah mengakui hal itu bisa saja terjadi, karena semakin banyak siswa yang menuju jenjang yang lebih tinggi.
Untuk itu pihaknya selalu mengingatkan pemerintah untuk terus menambah jumlah sekolah, khususnya di sekolah negeri.
“Karena jumlah sekolah yang ada saat ini masih di bawah atau sangat kurang memadai untuk dapat menampung kebutuhan dari seluruh masyarakat Kota Bandung. Sehingga kami berharap Pemerintah Kota Bandung bisa fokus dan serius terhadap penerapan regulasi tersebut,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Prof, Cecep Darmawan menilai, jalur pendidikan, baik nonformal, informal, dan formal memiliki keunggulan dan tradisinya masing-masing.
Sehingga dengan adanya regulasi ini menjadi sebuah keunikan yang saling melengkapi dalam upaya penyetarakan sebuah penyelenggaraan pendidikan di Kota Bandung.
“Adanya kesempatan untuk peserta didik pindah jalur pendidikan dari nonformal dan informal ke formal atau sebaliknya menunjukan adanya revolusi dalam penyelenggaran pendidikan. Meski demikian, regulasi ini harus bisa mengukur kompetensi siswa di jalur sekolah nonformal dan informal dapat setara dengan siswa di pendidikan formal,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Jumat (23/8/2019).
Terlebih saat ini, Undang-undang telah mengakomodir penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti home schooling dan pesantren yang dimungkinkan untuk disetarakan pada kompetensi tertentu.
Akan tetapi, hal ini dapat menjadi tantangan bagi pendidikan luar sekolah (nonformal) dan pendidikan keluarga atau masyarakat (informal) untuk bisa menyetarakan dan mengadopsi penyelenggaraan pendidikan serta kurikulum di sekolah formal.
“Meskipun ada regulasi itu, pendidikan nonformal dan informal harus tetap menyiapkan kesetaraan dengan mengadopsi kurikulum dengan pendidikan formal, apalagi nanti akan ada sebuah uji kompetensi dari lembaga penyeleksi pemerintah untuk mengukur kemampuan siswa, kalau dia tidak lulus di situ maka tidak bisa pindah, itu menjadi konsekwensinya yang harus dilalui,” ucapnya.
“Intinya persiapan itu harus tetap dilakukan untuk menunjukan adanya kesetaraan kualitas dari peserta didik di ketiga jalur tersebut,” katanya. (*)
1YHXBJU1 http://www.yandex.ru